The gas distribution contract from Kepodang Field, Muriah Block will be suspended due to the declaration of Petronas Carigali Muriah Limited as the oil and gas block operator located on the north coast of Java.
Director of Procurement State Electricity Company Supangkat lwan Santoso said that it will end the contract of gas distribution Kepodang with the grandeur of the declaration. Kahar conditions are occurrences beyond the control of contractors that affect operations in the field.
Gas supply from Kepodang Field decreased so that the realization of the distribution was below the volume specified in the contract. This force majeure condition causes the buyer and seller to be exempted from their responsibility. Kahar allows buyers to terminate the gas distribution contract.
"If force majeure is likely to be direterminate [the contract is terminated]," he said.
According to him, the completion of the contract was chosen because of the price side, Kepodang gas is quite expensive. Kepodang gas sold for US $ 4.61 per MMBtu with an escalation of 8.6% per year will be channeled to the 1,000 megawatt (MW) Tambak Lorok-Semarang Steam Power Plant (PLTGU) owned by PT Perusahaan Listrik Negara. Gas that generates 600 MW of electricity is channeled through gas pipelines Kepodang-Tambak Lorok Semarang
He estimates that in the next 5 years the price of gas from the field starting production in 2015 could reach US $ 10 per MMBtu. Thus, Kepodang Field majeure condition becomes the company's moment to seek other more affordable supply sources.
"Kepodang is relatively expensive with an 8% escalation. If LNG [liquid natural gas] is not necessarily more expensive, "said Iwan.
LNG SUPPLY
Other sources of supply, said Iwan, could come from liquefied natural gas / LNG through the construction of new storage and regasification facilities around PLTGU Tambak Lorok. The use of LNG will support the supply from the Gundih Field of 50 MMscfd as it will increase the installed capacity in Tambak Lorok with the development plan of Block 3 as well as the supply that can meet the needs as electricity consumption goes up and requires more gas supply.
PLN's subsidiary PT Indonesia Power will build Block 3 of Tambak Lorok-Semarang with a power capacity of 780 MW worth Rp 4.8 trillion. The gas generator project is scheduled to start operation in April 2020 assuming PLTGU Block 3 Tambak Lorok production reaches 3.7 GWh per year. The engineering, procurement, and contraction (EPC) engineering work will be conducted by GE Power, Marubeni Corporation and PT Hutama Karya consortiums.
Senior Manager of Corporate Affairs & Administration Petronas Carigali Indonesia Andiono Setiawan said that until now it is still doing coordination and discussion of induced declaration of Kepodang Field Majority.
With the majestic condition that Petronas Carigali Muriah Limited has announced as an operator, the supply will be distributed until 2018. In the gas sale and purchase agreement (PJBG), Kepodang field will supply 116 million cubic feet per day (MMscfd) gas for 12 years. However, daily production is currently around 70 MMscfd.
The initial production of Kepodang field gas starts in September 2015. On the block. Petronas Carigali Muriah Limited controls 80% participation and Saka Energi Muriah Limited by 20%.
With power status in the field, Petronas is still discussing with SKK Migas, Ministry of ESDM. PLN as the gas buyer and PT Kalimantan Jawa Gas as the owner of the gas pipeline network. Currently, the government through the Institute of Oil and Gas (Lemigas) as a center for research and development of oil and gas technology, conducts a study of the subsurface conditions.
"Currently we are still coordinating and discussing with related parties regarding Kepodang especially with SKK Migas, ESDM, PLN and also KJG [Kalimantan Jawa Gas]," he said.
IN INDONESIA
Gas Kepodang Disetop
Kontrak penyaluran gas dari Lapangan Kepodang, Blok Muriah akan dihentikan karena deklarasi kahar dari Petronas Carigcali Muriah Limited sebagai operator blok minyak dan gas bumi yang berloksi di pantai utara Jawa tersebut.
Direktur Pengadaan PT Perusahaan Listrik Negara Supangkat lwan Santoso mengatakan bahwa pihaknya akan mengakhiri kontrak penyaluran gas Kepodang dengan adanya deklarasi kahar. Kondisi kahar merupakan kejadian di luar kendali kontraktor yang memengaruhi operasi di lapangan.
Pasokan gas dari Lapangan Kepodang turun sehingga realisasinya penyaluran di bawah volume yang ditetapkan dalam kontrak. Kondisi kahar atau force majeur ini mengakibatkan pihak pembeli dan penjual dibebaskan dari tanggung jawabnya. Kahar memungkinkan pembeli untuk mengakhiri kontrak penyaluran gas.
"Kalau force majeure kemungkinannya direterminate [kontrak disetop]," ujarnya.
Menurutnya, penyelesaian kontrak dipilih karena dari sisi harga, gas Kepodang tergolong mahal. Gas Kepodang dijual seharga US$ 4,61 per MMBtu dengan eskalasi 8.6% per tahun akan dialirkan ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Tambak Lorok-Semarang berkapasitas 1.000 megawatt (MW) milik PT Perusahaan Listrik Negara. Gas yang menghasilkan listrik 600 MW itu disalurkan melalui ruas pipa gas Kepodang-Tambak lorok.
Dia memperkirakan bahwa pada 5 tahun mendatang harga gas dari lapangan yang memulai produksi di 2015 itu bisa mencapai US$ 10 per MMBtu. Dengan demikian, kondisi force majeure Lapangan Kepodang menjadi momen perseroan mencari sumber pasokan lain yang lebih terjangkau.
“Kepodang relatif mahal harganya dengan eskalasi 8%. Kalau LNG [gas alam cair] belum tentu lebih mahal," kata Iwan.
PASOKAN LNG
Sumber pasokan lain, kata lwan, bisa berasal dari gas alam cair/LNG melalui pembangunan fasilitas penyimpanan dan regasifikasi baru di sekitar PLTGU Tambak Lorok. Penggunaan LNG akan mendukung pasokan dari Lapangan Gundih sebesar 50 MMscfd karena akan bertambahnya kapasitas terpasang di Tambak Lorok dengan rencana pengembangan Blok 3 juga sebagai pasokan yang bisa memenuhi kebutuhan sewaktu konsumsi listrik naik dan membutuhkan pasokan gas lebih.
Anak usaha PLN, PT Indonesia Power akan membangun Blok 3 Tambak Lorok-Semarang berkapasitas daya 780 MW senilai Rp 4,8 triliun. Proyek pembangkit gas tersebut dijadwalkan mulai beroperasi pada April 2020 dengan asumsi produksi PLTGU Blok 3 Tambak Lorok mencapai 3,7 GWh per tahun. Pekerjaan rekayasa, pengadaan dan konstruksi (engineering, procurement, and contraction/EPC) pembangkit akan dilakukan konsorsium GE Power, Marubeni Corporation, dan PT Hutama Karya.
Senior Manager Corporate Affairs & Administration Petronas Carigali Indonesia Andiono Setiawan mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya masih melakukan koordinasi dan diskusi dari imbas deklarasi kahar Lapangan Kepodang.
Dengan kondisi kahar yang telah disampaikan Petronas Carigali Muriah Limited sebagai operator, pasokan akan disalurkan hingga 2018. Dalam perjanjian jual beli gas (PJBG), lapangan Kepodang akan menyuplai gas sebesar 116 juta kaki kubik per hari (MMscfd) selama 12 tahun. Namun, produksi harian saat ini sekitar 70 MMscfd.
Produksi perdana gas Lapangan Kepodang dimulai pada September 2015. Pada blok tersebut. Petronas Carigali Muriah Limited menguasai saham partisipasi sebesar 80% dan Saka Energi Muriah Limited sebesar 20%.
Dengan status kahar pada lapangan tersebut, Petronas masih melakukan diskusi dengan SKK Migas, Kementerian ESDM. PLN sebagai pembeli gas dan PT Kalimantan Jawa Gas sebagai pemilik jaringan pipa gas. Saat ini, pemerintah melalui Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) sebagai pusat penelitian dan pengembangan teknologi minyak dan gas bumi, melakukan kajian kondisi bawah permukaan lapangan tersebut.
"Saat ini kami, Petronas masih melakukan koordinasi dan diskusi dengan pihak-pihak terkait mengenai Kepodang terutama dengan SKK Migas, ESDM, PLN dan juga KJG [Kalimantan Jawa Gas],” ujarnya.
Bisnis Indonesia, Page-32, Thursday, August 31, 2017