google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 The Floating Oil Refinery Project - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wikipedia

Search results

Tuesday, August 29, 2017

The Floating Oil Refinery Project



In addition to building two new refineries, Pertamina will also revitalize several existing refineries. Pertamina President Director Elia Massa Manik questioned the plan to increase the capacity of oil refineries in the country at the expense of using clean energy.

Currently, the capacity of six existing oil refineries is only about 1 million barrels per day (bpd), but production capability is only 800,000 bpd. In fact, the need for fuel oil is currently around 1.6 million bpd. Therefore, there is still a deficit of 800,000 bpd to be imported.

To overcome the deficit, the government asked Pertamina to revitalize four existing refineries and build two new refineries. Through refinery revitalization and new unit development, total capacity increases to about 2 million bpd by 2025. Meanwhile, fuel demand in 2025 in the country is around 2 million bpd so there is no need to import fuel oil.

He considered that the addition of refinery capacity from 800,000 bph to about 2 million bpd by 2025 needs to be rationalized with a number of government plans to develop renewable energy in the transportation sector. Is the addition of a refinery capacity of 1 million bpd if the EBT technology [renewable energy] is a reality? "He said during a hearing with Commission VII DPR on Monday (28/8).

He considered, the addition of capacity from 800,000 bpd to about 2 million bpd in 2025, needs to be rationalized with a number of government plans to develop clean energy in the transportation sector.

Mass exemplifies that Japan has a refinery capacity of 4.8 million bpd, but it is currently down to 3.3 million bpd. Rationalization of the plan, will help to build the infrastructure that can be optimally utilized.

The capacity of 2 million bpd was obtained from four refinery capacity addition projects namely Cilacap-Central Java Refinery, Balikpapan-East Kalimantan Refinery, Balongan Refinery-West Java and Dumai-Riau Refinery. In addition, from two new refineries namely Bontang-East Kalimantan and Tuban Refinery-East Java.

For the entire refinery project, as an illustration, the addition of Balongan Refinery capacity requires US $ 1.27 billion, Balikpapan Refinery US $ 5.3, Cilacap Refinery US $ 4.5 billion, Tuban Refinery about US $ 13 billion, and Bontang Refinery about US $ 8 billion. The need for a total refinery revitalization that exists and building a new refinery reaches approximately US $ 36.27 billion or more than Rp 471 trillion with an exchange rate of US $ 1 = Rp 13,000. The need must be met by Pertamina with its partners within 8 years

"This is the importance of planning. Do not be spelled out next time unemployed, "he said.

Meanwhile, not long ago, the government has submitted a plan that in 2040 no more sales of oil-fueled cars. If indeed the direction of government policy toward the use of more environmentally friendly energy, according to Massa, can not be avoided because of similar policies implemented in other countries. Even other modes of transportation such as shipbuilding in Norway and trucks in Japan that must use liquefied natural gas (LNG).

In addition to gas, does not rule out the possibility that the fuel for the transportation sector can use other energy such as sunlight to electricity that is currently still discussed rules that will be regulated in Presidential regulations.

"Where to run 2 million capacity, one run to gas. In Japan, long truck, in Norway shipping using LNG. Later the final to another EBT, such as solar energy and electricity, "he said.

SHRINK

In the General Plan of National Energy (RUEN), it says that from the fuel section of 96% in 2015, its share will shrink to 83.5% by 2025. Its share continues to fall to 72.9% in 2050 along with the increasing use of other fuels Biofuels, natural gas, and electricity.

To achieve this, the construction of a gas refueling station (SPBG) is expected to reach 632 units with a total capacity of 282 million cubic feet per day (MMscfd) in 15 cities by 2025. This figure is targeted to increase by 2050 with additional SPBG to 2,888 units With a total capacity of 1,291 MMscfd.

Meanwhile, for electric-powered or hybrid vehicles is targeted to touch 2200 units of four-wheeled vehicles and
2.1 million units of two-wheeled vehicles. Related to the performance of the processing sector, Pertamina Processing Director Toharso said that on Early 2017 indeed had happened Balikpapan Discharge activation due to pipe broken.

During the first half of 2017, the refinery produced 148.6 million barrels from its 158.69 million barrels year-end target. Meanwhile, the refinery is targeted to produce 323.38 million barrels throughout 2017.

"RU V [Refueling Unit V / Balikpapan Refinery] was at the beginning of this year had happened total black Out, this is unplanned schedule Because there is a breaking pipe problem, "he said.

Pertamina Director of Pertamina Processing and Petrochemical Processing Center, Ardhy N. Mokobombang, said that the company has completed the project's final-end engineering design (FEED) of Balikpapan refinery. Then, at the end of the year, it is targeted to touch the final investment decision (FID) stage next year after the construction process begins.

For the Tuban-East Java refinery project, it is currently still doing a joint venture with Rosneft, a Russian company. Meanwhile, for the Cilacap-Central Java Refinery is discussing the process of asset investment in Pertamina and Saudi Aramco joint venture. He hopes that the process can be completed with the completion of the FEED stage.

"Targeted in this December we can do FID, then we can go to the next stage, namely the construction phase, EPC. "

IN INDONESIA


Proyek Kilang Minyak Kembali Melayang


Selain membangun dua kilang baru, Pertamina juga akan melakukan revitalisasi beberapa kilang yang ada. Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mempertanyakan rencana penambahan kapasitas kilang minyak di dalam negeri di saat mengemukanya penggunaan energi bersih.

Saat ini, kapasitas dari enam kilang minyak yang ada hanya sekitar 1 juta barel per had (bph), tetapi kemampuan produksi hanya 800.000 bph. Padahal, kebutuhan bahan bakar minyak saat ini sekitar 1,6 juta bph. Oleh karena itu, masih ada defisit 800.000 bph yang harus diimpor.

Untuk mengatasi defisit itu, pemerintah meminta Pertamina untuk melakukan revitalisasi empat kilang yang ada dan membangun dua kilang baru. Melalui revitalisasi kilang dan pembangunan unit baru, total kapasitas naik menjadi sekitar 2 juta bph pada 2025. Sementara itu, kebutuhan BBM pada 2025 di Tanah Air sekitar 2 juta bph sehingga tidak perlu lagi impor bahan bakar minyak.

Dia menilai, penambahan kapasitas kilang dari 800.000 bph menjadi sekitar 2 juta bph pada 2025 perlu dirasionalisasi dengan sejumlah rencana pemerintah untuk mengembangkan energi baru terbarukan di sektor transportasi. Apakah penambahan kapasitas kilang 1 juta bph kalau teknologi EBT [energi baru terbarukan] ini menjadi kenyataan?” ujarnya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (28/8).

Dia menilai, penambahan kapasitas dari 800.000 bph menjadi sekitar 2 juta bph di 2025, perlu dirasionalisasi dengan sejumlah rencana pemerintah untuk mengembangkan energi bersih di sektor transportasi.

Massa mencontohkan bahwa Jepang memiliki kapasitas kilang sebesar 4,8 juta bph, tetapi saat ini turun menjadi 3,3 juta bph. Rasionalisasi rencana, akan membantu agar infrastruktur yang terbangun bisa dimanfaatkan secara optimum. 

Kapasitas 2 juta bph itu dapatkan dari empat proyek penambahan kapasitas kilang yakni Kilang Cilacap-Jawa Tengah, Kilang Balikpapan-Kalimantan Timur, Kilang Balongan-Jawa Barat dan Kilang Dumai-Riau. Selain itu, dari dua kilang baru yaitu Bontang-Kalimantan Timur dan Kilang Tuban-Jawa Timur. 

Untuk seluruh proyek kilang, sebagai gambaran, penambahan kapasitas Kilang Balongan membutuhkan dana US$1,27 miliar, Kilang Balikpapan US$ 5,3, Kilang Cilacap US$4,5 miliar,  Kilang Tuban sekitar US$ 13 miliar, dan Kilang Bontang sekitar US$ 8 Milliar. Kebutuhan untuk total revitalisasi kilang yang eksis dan membangun kilang baru mencapai sekitar US$ 36,27 miliar atau lebih dari Rp 471 triliun dengan nilai tukar US$ 1 = Rp 13.000. Kebutuhan tersebut harus dipenuhi oleh Pertamina bersama mitranya dalam waktu 8 tahun

“lni pentingnya perencanaan. Jangan dibilang tahu-tahu nanti nganggur,” katanya.

Sementara itu, belum lama ini, pemerintah telah menyampaikan rencana agar pada 2040 tidak ada lagi penjualan mobil berbahan bakar minyak. Bila memang arah kebijakan pemerintah menuju penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan, menurut Massa, tidak bisa dihindari karena kebijakan serupa dijalankan di negara Iain. Bahkan moda transportasi lain seperti perkapalan di Norwegia dan truk di Jepang yang harus menggunakan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG).

Selain gas, tidak menutup kemungkinan bahwa bahan bakar untuk sektor transportasi bisa menggunakan energi lain seperti cahaya matahari hingga listrik yang saat ini masih dibahas aturannya yang nantinya akan diatur dalam peraturan Presiden.

“Ke mana larinya 2 juta kapasitas, satunya lari ke gas. Di Jepang, long truck, di Norwegia shipping mengunakan LNG. Nanti finalnya ke EBT yang lain, seperti solar energy dan listrik," katanya.

MENYUSUT

Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), disebutkan bahwa dari bagian BBM sebesar 96% pada 2015, bagiannya akan menyusut menjadi 83,5% pada 2025. Bagiannya terus turun hingga menyentuh 72,9% pada 2050 seiring dengan bertambahnya penggunaan bahan bakar lain yakni bahan bakar nabati, gas bumi, dan listrik.

Untuk mencapai hal tersebut, pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) diharapkan bisa tercapai sebanyak 632 unit dengan total kapasitas 282 juta kaki kubik per hari (MMscfd) di 15 kota pada 2025. Angka ini ditargetkan naik pada 2050 dengan tambahan SPBG menjadi 2.888 unit dengan total kapasitas 1.291 MMscfd.

Sementara itu, untuk kendaraan bertenaga listrik atau hybrid ditargetkan bisa menyentuh 2.200 unit kendaraan roda empat dan 2,1 juta unit kendaraan roda dua. Terkait kinerja sektor pengolahan, Dinektur Pengolahan Pertamina Toharso mengatakan bahwa pada awal 2017 memang sempat terjadi penonaktifan Kilang Balikpapan karena pipa yang putus.

Selama paruh pertama 2017, kilang menghasilkan 148,6 juta barel dari target tengah tahun 158,69 juta barel. Sementara itu, kilang ditarget menghasilkan produk 323,38 juta barel sepanjang 2017.

“RU V [Refueling Unit V/Kilang Balikpapan] memang di awal tahun ini sempat terjadi total black Out, ini memang unplanned schedule
karena ada masalah pipa putus,” katanya.

Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ardhy N. Mokobombang mengatakan bahwa saat ini pihaknya telah menyelesaikan tahap pendefinisian proyek (front end engineering design/FEED) Kilang Balikpapan.

Kemudian, pada akhir tahun ditargetkan menyentuh tahap penyampaian keputusan akhir investasi (final investment decision/FID) setelah itu pada tahun depan proses kontruksi dimulai.

Untuk proyek Kilang Tuban-Jawa Timur, saat ini pihaknya masih melakukan perusahaan patungan bersama Rosneft, perusahaan asal Rusia. Sementara itu, untuk Kilang Cilacap-Jawa Tengah sedang berdiskusi proses penyertaan aset pada perusahaan patungan Pertamina dan Saudi Aramco. Dia berharap agar proses bisa diselesaikan dengan penuntasan tahapan FEED.

“Ditargetkan pada Desember ini kita bisa lakukan FID, kemudian kita bisa masuk ke tahap berikutnya, yaitu tahap konstruksi,
EPC." 

Bisnis Indonesia, Page-32, Tuesday, August 29, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel