google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 All Posts - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Complete Graphic Design Course™

Thursday, November 3, 2016

Pemerintah Kaji Harga Gas US$ 9 per MMBTU

Pemerintah tengah mengkaji penurunan harga gas bagi industri di Sumatra Utara hingga US$9 per MMBTU. Direktur PGN Danny Praditya mengatakan pihaknya telah melakukan sosialisasi harga gas indikatif di Sumatra Utara per 26 Juli 2016. Menurutnya penurunan harga gas menjadi US$9,99 per MMBTU bukan angka yang pasti, tergantung pada volumenya. Sekarang baru ada Perpres No.40/2016 dan baru melibatkan tujuh sektor industri sehingga kami melakukan itu terhadap keseluruhan industri, dasar hukumnya belum ada, nanti kami salah juga.

Saat ini harga gas industri di Sumatra Utara dan sekitarnya berada di kisaran US$12-USS514 per MMBtu atau jauh lebih mahal dibanding harga di Jawa yang sekitar Usss-Us$9 per MMBtu. Kebutuhan di sana hanya sekitar 50 MMScfd dari total 2.230 MMScfd kebutuhan nasional. Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan instansinya tidak meminta penunman harga gas khusus untuk di Sumatra saja, tetapi secara keseluruhan.

Terlebih lagi, lanjutnya, untuk industri pupuk dan petrokimia yang menggunakan gas 70% dari biaya produksinya sehingga memerlukan harga gas sekitar US$3 per MMBtu. Kalau mau itu mungkin saja, tetapi kenyataannya kemarin pengusaha di Medan bilang harga masih US$12/ MMBtu. Menteri Perindustrian Airlangga Hartano mengatakan harga gas yang tinggi telah menyebabkan pindahnya industri sarung tangan karet yang berbasis di Medan ke Malaysia. Industri ini diminta pindah ke Malaysia ditawari gas US$2,5, akibatnya kalau tidak turun ya berarti pabriknya pindah saja. Ini jadi persoalan apalagi terkait tenaga kerja dan lapangan kerja untuk devisa ekspor dan pembangunan industrialisasi di seluruh Indonesia.

Bisnis Indonesia, Halaman : 25, Kamis, 3 Nop 2016

Jatim Siap Jadi Operator Migas Blok Tuban

Gubernur Jatim Dr H Soekarwo menyatakan Jatim siap menjadi operator minyak dan gas (migas) Blok Tuban. Kesiapan itu dibuktikan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara Pemprov Jatim dengan Pemkab Bojonegoro, Tuban, Gresik dan Lamongan, di Gedung Negara Grahadi Surabaya. Menurut dia, kesiapan dan keseriusan Jatim untuk menjadi operator akan disampaikan langsurfg kepada Menteri ESDM dan SKK Migas di Jakarta.

Langkah selanjutnya kami akan datang kepada Menteri ESDM untuk menyatakan bahwa Jatim siap menjadi operator. Kita akan mengupayakan untuk dapat mengelola Blok Tuban ini sebagai operator dikarenakan KKS Joint Operating Body Pertamina Petrochina East Java (JOB-PPEJ) akan berakhir 28 Februari 2018. Nota kesepahaman ini akan ditindak lanjuti dengan perjanjian kerjasama antara lima BUMD yang akan berperan dalam menyusun kajian keekonomian Blok Tuban yang dilakukan oleh konsultan independen.

Hasil dari kajian keekonomian tersebut akan menjadi dasar pembagian hak dan kewajiban masing-masing daerah dalam pengelolaan Blok Tuban ini. Provinsi Jatim merupakan penghasil minyak dan gas bumi terbesar ketiga di Indonesia setelah Riau dan Kalimantan Timur. Di Jatim terdapat 39 KKKS yang melakukan kegiatan eksplorasi, pengembangan, maupun produksi baik di darat (onshore) maupun di laut (off-shore). Pakde Karwo menjelaskan, MoU ini adalah lompatan yang luar biasa, kami bersama dengan 4 Bupati yang berada di wilayah Blok Tuban siap untuk mengelola migas guna menyejahterakan masyarakat bahwa jika nantinya disetujui ini akan memiliki dampak luar biasa karena melibatkan semua elemen.

Terutama yang berkaitan dengan teknologi tinggi high tecnology migas. Menurutnya, dengan mengelola Migas Blok Tuban memiliki potensi besar bagi daerah. Salah satu provinsi yang sudah ditunjuk menjadi operator untuk rnengelola Migas ini adalah Provinsi Riau. Jika Riau ditunjuk jadi operator saja. Maka, kami ingin Jatim menjadi operator dan mengolah hingga memenuhi Domestik Market Obligation bagi kebutuhan Jatim. Jadi jika nanti Jatim menjadi operator dan mengolah dan akan meminta 40-50 persen saham, kongkritnya yakni sekitar 55 persen saham. Karena jika dibawah 50 saham belum bisa menjadi operator.

Pakde Karwo menjelaskan, sesuai dengan PP 35 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi daerah maka pemerintah daerah berhak rnendapatkan Participating Interest (Pl) sehesar 10 persen. Pakde Karwo juga akan mengajak kepada kepala daerah di wilayah Migas Blok Tuban untuk mencari investor luar dan dalam negeri. Kepala Dinas ESDM Provinsi Jatim Ir Dewi J Patriatni MSC melaporkan, KKKS Blok Tuban dimulai pada 29 Februari 1988 dengan operator Joint Operating Body Pertamina-Petrochina East Java (JOB-PPEJ) dan KKS ini akan berakhir pada 28 Februari 2018.

Ia mengatakan, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Wilayah Kerja Blok Minyak dan Gas Bumi yang akan Berakhir Kontrak Kerja Sama disebutkan bahwa permohonan pengelolaan kepada Menteri paling cepat ,sepuluh tahun dan paling lambat dua tahun sebelum kontrak berakhir. Persetujuan atau penolakan pengelolaan WK yang kontraknya akan berakhir, diberikan paljng lambat 1 (satu) tahun sebelum kontrak berakhir.

Dewi menuturkan, bahwa rencana kerja selanjutnya yakni membentuk tim persiapan pengelolaan Blok Tuban. Melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara BUMD yang terlibat hingga penyusunan kajian keekonomian yang akan dilakukan oleh konsultan independen untuk menentukan besaran interest masing-masing BUMD.

Bhirawa, Halaman : 1, Kamis, 3 Nop 2016

Wednesday, November 2, 2016

The fate of crude oil miners has not improved

Although traditional oil mining has been practiced for hundreds of years, since 1894, during the Dutch colonial era, the welfare of the workers has not improved. Their lives seem to remain impoverished. The economic situation of these oil coolies is evident in the condition of their homes and their unchanging lifestyle. 

Their income is significantly different from three years ago, when oil was sold for Rp 3,000 per lliter. At that oil price, oil miners could earn Rp 1 million a week. Today, they earn between Rp 300,000 and Rp 500,000 a week. Furthermore, the shift work system requires that their earnings be shared among the group members. Each group works once a week in shifts. The income they earn is used to cover their living expenses for two weeks.


The miners' income is modest. However, they are unable to do much or change jobs. This is because the agricultural lands surrounding the mining area are also barren, preventing optimal yields. In recent years, production from hundreds of oil wells is predicted to have declined drastically. At the end of April, the miners' association stated that there are 200 wells in the area, operated by approximately 2,500 miners in shifts.

The crude oil produced by the local community is sold to the Unit Cooperative in Sumber Pangan Village, an institution established by Pertamina and the Bojonegoro Regency Government. Some of the oil produced is also used as fuel by local miners. One well, with an average depth of 300 meters, can produce between 1 and 2 tons per day. Recently, oil production has continued to decline, in line with the decline in crude oil reserves in the area. While last year, there were 200 producing wells, now only half that number remains. The crude oil supplied to Pertamina has also decreased. Currently, production is good, with miners still able to supply 20-25 vessels per day to Pertamina.

Now, only five fleets, or 25,000 liters of oil, have been delivered, a significantly reduced output, making mining this year's worst. This situation is compounded by reduced attention from the Bojonegoro and Jakarta regional governments, including the association that had previously coordinated the inactive miners. With the nominal lifting and transport cost of only Rp 1,880 per liter, most miners are reluctant to deliver to Pertamina at such an inhumanely low price. The reason is that if crude oil is sold to refiners, oil from traditional miners is still valued at Rp 2,300 per liter.

This price disparity has made miners reluctant to deposit their traditional crude oil mining products with Pertamina through the Village Unit Cooperative. The Bojonegoro Regency Government, along with Pertamina EP Cepu (PEPC), is committed to making the Wonocolo oil mine the first petroleum geoheritage in Indonesia. On April 27, the area was officially designated a traditional crude oil tourism village. 

However, supporting facilities are not yet fully ready. The two access roads leading to the site have not been fully repaired, although some improvements have begun. Supporting roads within the tourist site are still cobbled MacAdam roads. The Regency Government has prepared a rest house complete with dioramas.

Later, off-road and downhill routes will be established. Several pilot wells have been prepared, but work on them is still incomplete. Miners are also facing issues regarding the designation of the oil and gas tourism village. They worry that once the tourist site is successful, mining activities in the surrounding area will gradually be disallowed. The miners hope that the oil and gas tourism village will improve their economy and prosperity. Moreover, more than 100 oil wells have been shut down, impacting their income.

Media Indonesia, Page-23, Wednesday, Nop 2, 2016

Hereditary Distilling Skills

In addition to searching for oil, these oil miners also refine the crude oil they obtain to make various types of fuel. This refining activity is carried out by almost all residents of the three villages in the Wonocolo and Hargomulyo areas: Wonocolo, Dangilo, and Kedewan. Samuji, 51, a miner in Wonocolo Village, is doing just that. He carries a bucket in his left hand, and a scoop made of zinc plate shaped like a ladle in his right.

With faltering steps, Samuji approached the 1.5 meter x 3 meter reservoir. Slowly, he scooped up a greenish-black liquid with a ladle, bit by bit, until it filled a bucket, each containing 15 liters. This bucket of crude oil liquid was then poured into a modified 200 liter iron drum. Once filled to the required size, the crude oil in the buried drum was cooked using firewood gathered from the forest. With a specific arrangement, the smoke from the combustion was emitted 3 meters from the furnace. The resulting boiled liquid was channeled through a long, cooled pipe underground, connected to two large drums.

Fuel comes out of the pipe. The miners' refining skills have been passed down through generations since the 1920s. The miners are adept at producing fuels ranging from premium gasoline (RON 88), diesel and kerosene. They refine the crude oil they find at the bottom of traditionally managed wells. Locals aren't worried about the fuel not selling, as many motorcyclists with jerrycans are already lining up to purchase Wonocolo's fuel.

Buyers come from Bojonegoro, Lamongan, Tuban, Gresik, Surabaya, Madiun, and even Madura, all within East Java. The fuel is even sold outside the region, including Blora, Rembang, Grobogan, and even Pati, Central Java. In Wonocolo, traditional oil wells dating back hundreds of years have been discovered. The Dutch colonial government even built infrastructure to support oil and gas development there, including dozens of nodding wells (electric oil pump wells), some of which are still used to drain the oil wells. Several buildings, oil pipelines, and reservoirs surrounding the mines are also remnants of the Dutch colonial period in 1894.

In the area, a discontinued railway line was also found, used to transport oil during the Dutch colonial era to Solo and Semarang. Trains were once a major means of transportation for mining activities in Wonocolo.

Media Indonesia, Page-22, Wednesday, Nop 2, 2016

Hunting for Black Gold from Wonocolo Forest

Mining for crude oil using traditional methods, as practiced in Wonocolo Village, Kedewan District, Bojonegoro, requires significant capital. The stench of exhaust fumes can be smelled from hundreds of meters away. The closer you get, the thicker the air pollution. 

Soon, dozens of used diesel truck engines roar loudly. Then, a steel rope wrapped around a large wooden reel is spun. The steel rope continues to rotate and is pulled upward. As it rises, the engine noise grows louder. The steel rope, about 200 meters long, is rapidly rolled up. A moment later, the 5-meter-diameter steel pipe emerges and hits the ground. "Blow!" A yellow-brown liquid gushes from the bottom end of the pipe, which touches the ground.

The steel pipe is suspended from three teak pegs 12 meters high. The pungent, sulfur-smelling liquid flows into a greenish-black reservoir. The water settles, a thick liquid floating. The water flows into a lower reservoir through a 2-meter-diameter pipe. Once the liquid is gone, the steel pipe is pulled back. And so on. These are the daily activities of traditional oil miners in the forests of Wonocolo Village, Kedewan District, Bojonegoro, East Java.

Three years ago, a number of traditional miners were still pulling steel cables by hand. This was a common activity for miners with limited capital. Previously, to obtain crude oil, workers had to descend into valleys and pull hundreds of meters of steel cables by hand; like machines, these oil workers had to fish oil pipes from the earth's crust. In a day, only one drum of crude oil was hauled up.

However, the oil workers were now content. With changing times, as capital increased, miners replaced their labor with machines. Dozens of diesel engines, Fuso trucks, and vintage Mercedes-Benz 911s, roaring daily, replaced the laborers. These activities lasted from dawn to dusk. The local community carried out oil mining practices in the midst of the forest. 

However, now the mined forest area is almost devoid of vegetation. Perhaps dozens, if not hundreds, of hectares of surrounding forest have been severely damaged by traditional oil mining, and thousands of teak trees have been cut down for oil mining purposes. The river water is no longer clear, polluted by crude oil sludge. 

A blackish-brown foam dominates the water flow around the mine site, likely due to pollution from mining activities in the area.

The local community only knows that hundreds of oil wells have been managed since the Dutch colonial era in 1894. To this day, the area continues to be explored by hundreds of traditional miners. However, the miners don't get the crude oil for free. 

The oil porters must spend a significant amount of money. Today, we need around Rp 200 million to Rp 300 million to extract oil. The large capital outlay is due to the extremely expensive equipment required. 

For example, buying a used truck requires more than Rp 75 million. The same goes for purchasing iron pipes and modified steel pipes to extract oil from the earth. 

The hundreds of millions of rupiah were raised through a pooling of dozens of people who would manage the oil well. The managers also had to allocate significant funds for the preparation costs of draining the well until the oil came out.

Media Indonesia, Page-2, Wednesday, Nop 2, 2016

Investasi Masal Transisi Dapat Cost Recovery

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM No 30 Tahun 2016 yang menjadi dasar masa transisi alih |

Dalam Permen 30/2016 tersebut, pemerintah menyisipkan dua pasal baru, yakni Pasal 27A dan 27B. Pasal 27A menyatakan, setelah ditekennya kontrak kerja sama, PT Pertamina atau pemenang lelang dapat melakukan pembiayaan kegiatan operasi sebelum tanggal efektif kontrak baru. Kegiatan operasi migas itu dilakukan oleh kontraktor eksisting. Dengan cara ini, produksi migas di blokjelang habis kontrak dapat dijaga tidak turun signiiikan. Tak hanya mengiizinkan investasi sebelum kontrak baru efektif, beleid ini juga menjamin investasi yang dikeluarkan akan diganti. Hal ini sesuai Pasal 27B yang menyatakan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh Pertamina atau kontraktor baru selama masa transisi dapat dikembalikan berdasarkan konhak kerja sarna baru.

Namun, Pertamina atau pemenang lelang wajib membuat perjanjian dengan kontraktor terdahulu terkait pembiayaan dan pelaksanaan kegiatan operasi yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan. Pada Pasal 27A ayat 3 disebutkan SKK Migas menyusun pedoman pelaksanaan kegiatan pembiayaan dan operasi tersebut. Pedoman ini setidaknya memuat skema pembiayaan dan operasional, mekanime pengajuan rencana kerja dan anggaran (work plan and budget/ WP&B) serta pengembalian biaya operasi (cost recovery), pengelolaan aset, tanggung jawab atas kegiatan operasi, dan rencana penjualan hasil produksi migas.

Skema alih kelola blok sesuai Permen 30/2016 ini dilakukan oleh Pertamina di Blok Mahakam. Perseroan bakal mengucurkan dana US$ 180 juta untuk Blok Mahakam pada tahun depan. Sehingga, produksi Blok Mahakam ditargetkan dapat ditahan di kisaran 1.200 mmscfd untuk gas dan 20 ribu bph untuk kondensat pada 2018-2019. Padahal, kontrak Pertamina di Blok Mahakam baru efektif mulai 1 Januari 2018. Untuk itu, Kementerian ESDM telah menyetujui amendemen kontrak Pertamina agar ada kepastian hukum tentang alih kelola Blok Mahakam dari Total E&P Indonesie tersebut.

Pasalnya, amendemen ini juga memuat klausul bahwa investasi Pertamina pada tahun depan dapat diganti oleh pemerintah (cost recovery). Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam mengatakan, Permen 30/2016 memberikan kepastian investasi pada masa transisi blokjelang habis kontrak. Dengan demikian, investasi di blok migas yang akan selesai kontraknya dapat dilakukan secara berkelanjutan. Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menyatakan adanya beleid ini tidak serta merta membuat produksi satu blok migas yang akan habis kontraknya, tidak terjun bebas.

Pasalnya, banyak faktor yang mempengaruhi produksi migas, perlu adaptasi dan pengenalan secara teknis oleh kontraktor yang baru. Namun, lanjutnya, aturan itu membuat kontraktor baru mempercepat proses tersebut. Permen 30/2016 menjadi dasar bagi pengelola baru dalam melakukan kegiatan operasi di masa transisi. Wiratmaja menambahkan, alih kelola yang dilakukan oleh perusahaan migas tidak harus sama dengan yang diterapkan Pertamina di Blok Mahakam. Pemerintah bersama kontraktor baru akan mengevaluasi skema yang tepat sesuai kondisi blok migasnya.

Investor Daily, Halaman : 11, Rabu, 2 Nop 2016

Kadin Desak Pemerintah Benahi Iklim Usaha Migas

Pengusaha yang tergabung dalgm Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendesak pemerintah untuk segera membenahi kebijakan yang menghambat iklim investasi, termasuk di sektor rnigas. Beberapa usulan peraturan yang perlu direvisi adalah terkait aspek penguasaan migas, penurunan harga gas untuk industri, juga kepastian hukum, serta aspek perpajakan dan fiskal guna menciptakan iklim investasi yang kondusif. Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Energi, Minyak, dan Gas, Bobby Gafur Umar dalarn Rapat Kerja Nasional Kamar Dagang dan Industri (Rakernas Kadin) Indonesia, mengatakan, lima tahun belakangan merupakan masa yang suram bagi pengusaha yang bergerak di sektor migas. Menurut Bobby, revisi UU Migas yang terkatung-katung menciptakan ketidakpastian bagi pelaku industri migas.

Hal tersebut membuat investasi di sektor hulu migas menurun. Dia mengakui bahwa saat ini harga minyak memang sudah menunjukkan tren kenaikan ke level US$ 45-50 per barel, dan harga minyak diprediksi akan bergerak hingga mencapai US$ 55-60 per barel. Tidak gampang bagi sektor industri migas untuk menjadikan kondisi ini sebagai momen untuk membalikkan keadaan. Regulasi yang terkait industri migas akan menjadi Salah satu faktor kunci yang menentukan di masa depan. Menurut dia, UU Migas dibutuhkan sebagai payung hukum yang akan menjadi acuan dan panduan bagi industri di sektor ini untuk memutuskan berbagai hal strategis.

Kadin berharap agar pembahasan rancangan revisi UU Migas yang saat ini masih digarap di DPR dapat segera selesai. Bobby mengungkapkan, Kadin telah memberikan masukan yang diharapkan dapat bermanfaat dalam pembahasan revisi UU Migas tersebut ke Kementerian ESDM. Masukan mencakup enam aspek, yakni kelembagaan, kerja sama, kapasitas nasional, fiskal dan keekonomian, tata kelola minyak, dan aspek tata kelola gas. Terkait dengan kelembagaan, Kadin ingin lembaga yang menjalankan fungsi pengelolaan sektor hulu migas adalah lembaga yang mereka sebut sebagai Badan Usaha Khusus Milik Negara (BUKMN).

Pemerintah tetap sebagai pemegang kuasa pertambangan, tetapi BUKMN nantinya berstatus dan berperan sebagai pemegang kuasa usaha pertambangan dan menjadi pihak yang berkontrak. Dengan begitu, BUKMN tersebut mengelola industri hulu migas, sementara kegiatan hilir migas tetap diatur oleh Kementerian ESDM, mencakup kegiatan-kegiatan pengolahan, Lransmisi dan distribusi, pengangkutan, penyimpanan Serta perniagaan. Kadin juga mengusulkan agar UU Migas mengedepankan peran swasta nasional sebagai mitra strategis pemerintah, dan memberi ruang bagi swasta untuk berusaha di bidang hilir migas.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, revisi UU Migas adalah Salah satu prioritas Kementerian ESDM. Menurut dia, UU Migas yang baru harus memperkuat National Oil Company (NOC). Dia menambahkan, cadangan migas nasional yang saat ini dikuasakan kepada SKK Migas nantinya berpindah ke Pertamina. Cadangan migas nasional akan dijadikan aset yang dapat digunakan Pertamina untuk mencari pinjaman. Dengan begitu, keuangan Pertamina bisa lebih kuat, lebih gesit, bisa berinvestasi untuk melakukan eksplorasi migas, membangun infrastruktur-infrastruktur migas, dan sebagainya.

Penguatan NOC ini, sambungnya, bertujuan untuk memperkuat kedaulatan energi nasional. Arcandra ingin Pertamina bisa seperti Saudi Aramco di Arab Saudi, Petrobras di Brasil, atau Petronas di Malaysia. Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, bila cadangan migas nasional dapat dipakai Pertamina untuk pinjam uang, kemampuan investasi Pertamina bisa meningkat 2 hingga 3 kali lipat dari sekarang. Pada sesi kedua Rakernas Kadin mengemuka soal harga gas untuk kalangan industri.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memaparkan, bila harga gas bisa diturunkan akan besar pengaruhnya terhadap peningkatan daya saing industri. Ia pun mencontohkan, pada industri petrokimia yang dikenakan harga gas US$ 11,8/mmbtu, harga produk yang dijual lebih mahal daripada produk impor scbesar US$ 476/ton. Sedangkan produk impor belum termasuk bea masuk US$ 265/ ton. Jika harga gas diturunkan hingga US$ 4/ mmbtu, harga jual produk dipatok US$ 219/ton.

Industri baja/ logam harga gasnya dipatok US$ 7,35/ mmbtu dan harga jual produknya US$ 533/ton, lebih mahal daripada harga impor sebesar US$ 492/ton. Jika harga gas diturunkan jadi US$ 4/ mmbtu, harga jual akan turun menjadi US$ 500/ ton. Ia mengatakan penurunan tersebut akan membuat pabrik Krakatau Steel kembali hidup yang sempat dimatikan. Menurut Airlangga, jika harga gas untuk industri bisa turun ke US$ 4/ mmbtu, industri ini terbangun semua, sudah ada 72 proyek yang part line dengan total investasi mencapai Rp 448,2 triliun.

Di antara 72 proyek tersebut, akan ada beberapa industri baru yang tersebar di beberapa daerah, di antaranya industri agro, industri kimia tekstil dan kimia, serta industri logam alat transportasi dan mesin. Airlangga mengatakau akan ada perusahaan sektor kimia di Papua yang akan membangun dan memproduksi bahan dasar methanol. Menanggapi hal itu, Direktur jenderal Minyak dan Gas Bunii Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja Puja mengatakan, pemerintah memang berupaya untuk membuat harga gas lebih rendah dari saat ini.

Dia mengungkapkan, terdapat empat potensi penurunan harga gas. Pertama dengan melakukan etisiensi biaya di sisi hulu, mengurangi penerimaan negara dalam hal ini PNBR menghilangkan PPh, dan membenahi tata niaga di hilir.

Investor Daily, Halaman : 1, Rabu, 2 Nop 2016

Revision of Oil and Gas Law Requested to be Accelerated


Industrialists await the birth of a revision of Law No. 22 of 2009 concerning Oil and Gas (UU Migas). The slow completion of the revised regulation is considered to have worsened the oil and gas investment climate, which is currently in crisis.

He admitted that the oil price which had reached below US$ 30 per barrel was a major blow to the upstream oil and gas industry, as well as the supporting industries. His party hopes that the House of Representatives (DPR) as the initiator and the government take quick steps in completing the revision of the Oil and Gas Law which is included in the National Legislation Program. The Indonesian Chamber of Commerce (Kadin) also hopes that the role of the private sector will be strengthened as a strategic partner of the government.

Regarding the aspect of oil and gas governance, Kadin requested that there be special rules that ensure the availability and development of infrastructure so that the distribution is evenly distributed. Moreover, in 2030, gas is predicted to make a major contribution to industrial development. The high price of gas makes production costs higher so that it suppresses competitiveness.

Deputy Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arcandra Tahar did not deny that upstream oil and gas activities in recent years were at their lowest point, Indonesia was in the bottom 15 of the 120 countries where oil and gas investment is located, which means that the domestic investment climate is not conducive. Member of the Indonesian House of Representatives Commission VII Satya Widya Yudha said the discussion on the revision of the Oil and Gas Law was expected to be completed in early 2017.

Media Indonesia, Page-17, Wednesday, Nov 2, 2016

Penggunaan Gas Tekan Subsidi Rp 2,9 Triliun

Puluhan pimpinan media berkesempatan mengunjungi PLTGU Tambak Lorok Semarang dan lokakarya media yang diselenggarakan SKK Migas-KKKS perwakilan Jabanusa. Pimpinan media yang berasal dari wilayah Surabaya, Madura, Gresik, Bojonegoro, dan Tuban tersebut cukup antusias mengamati pendistribusian gas di PLTGU Tambak Lorok yang dikelola oleh PT. Indonesia Power Unit Pembangkitan Semarang. Kendati singkat, peserta dapat melihat lebih dekat salah satu objek vital nasional tersebut.

General Manager PT. Indonesia Power UP Semarang Tarwaji menyambut baik kedatangan para pimpinan media. Selain agenda kunjungan dan lokakarya media, kesempatan tersebut sebagai konunikasi dan silaturahmi. Sore itu, Tarwaji dan stafnya memaparkan bahwa peralihan BBM menuju gas berjalan cukup signifikan dalam lima tahun terakhir. Sebelumnya, pada 2011 PT. Indonesia Power (IP) masih menggunakan 652 juta liter BBM, kini 2015 BBM hanya membutuhkan 0,47 juta liter saja.

Penggunaan gas ini mampu mengurangi subsidi mencapai Rp 2,9 triliun per tahun. Enam turbin di Blok 1 dan 2 mampu menggerakkan pembangkit listrik yang menghasilkan 880 Mega Watt (MW) untuk mendukung pasokan listrik seJawa Bali. Tarwaji menambahkan PT IP saat ini sedang melakukan rehabilitasi pada PLTU 3 dari menggunakan BBM ke gas (gasifikasi).

Radar Surabaya, Halaman : 5, Rabu, 2 Nop 2016

Kadin Mengusulkan Bentuk BUMN Khusus

Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Energi dan Migas mengusulkan pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (BUMNK) dalam revisi Undang-Undang No 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas). Usulan tersebut mencuat ketika Kadin menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) di Jakarta. Bobby Gafur Umar, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia menyatakan, usulan tersebut setelah pengurus Kadin menampung aspirasi dari para pelaku usaha migas.

Menurut dia, BUMNK tetap dijamin pemerintah sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait penguasaan migas pada November 2012 lalu. BUMNK itu yang mengelola industri hulu migas, sementara industri hilir migas tetap diatur oleh Kementerian ESDM, mencakup kegiatan pengolahan, transmisi dan distribusi, pengangkutan, penyimpanan serta perniagaan. Masukan lain dari Kadin terkait revisi UU No 22/2001 adalah adanya pasal khusus yang mengatur keberpihakan pemerintah kepada perusahaan swasta nasional.

ESDM Arcandra Tahar berharap, pembahasan revisi UU Migas tidak keluar dari koridor yang sebelumnya sudah ditetapkan oleh Mahkamah Konstitusi. Amien Sunaryadi, Ketua SKK Migas berpendapat, revisi UU Migas akan mengubah SKK Migas menjadi Badan Usaha Khusus.

Kontan, Halaman : 14, Rabu, 2 Nop 2016