google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Refinery Project Targeted to Finish in 2026 - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wikipedia

Search results

Tuesday, December 11, 2018

Refinery Project Targeted to Finish in 2026



PT Pertamina (Persero) is committed to completing a refinery development project and the construction of a new refinery in 2026. The refinery development project is carried out in four refineries, including a refinery specifically processing palm oil. Previously, the mega project was scheduled to be completed in 2024.

Pertamina signed a design, construction and engineering (EPC) contract for the development of the Balikpapan refinery, East Kalimantan, in Jakarta on Monday (12/10/2018). EPC auction winner companies are SK Engineering & Construction Co. Ltd, Hyundai Engineering Co. Ltd, PT Rekayasa Industri, and PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk.



Pertamina also signed a document on the framework of cooperation with Overseas Oil & Gas (OOG), an oil and gas company from Oman, to build a new refinery in Bontang, East Kalimantan. The Balikpapan refinery development project will begin in January 2019. The schedule given to project implementers is 53 months which is effective from the signing of the contract. The project will increase refinery capacity from 260,000 barrels per day to 360,000 barrels per day with the quality of the fuel produced by the Euro 5 standard.

Nicke Widyawati 

Pertamina's Managing Director Nicke Widyawati acknowledged there was a delay in the construction of a new refinery development and construction project. However, it is still better than no progress at all. It targets the entire refinery development and construction projects to be completed by 2026.

"All will be done in parallel (new refinery development and construction projects). It's better late than nothing, "said
Nicke after signing the contract.

Overseas Oil & Gas (OOG)

As for the new refinery development project in Bontang, OOG has gone through the selection phase since last year. OOG is considered to have strong financial capabilities, including the strength of upstream-downstream businesses. The refinery in Bontang will have a capacity of 300,000 barrels per day.

Pertamina's Director of Processing and Petrochemical Project, Ignatius Tallulembang, added that in the new refinery development project in Bontang, all funding was borne by the OOG. Under the agreement, Pertamina will get a 10 percent golden share. Pertamina as the party that provides land and other supporting infrastructure on this project.

In the long run, Pertamina's shares will be raised to 20 percent or 30 percent. "The new refinery in Bontang will later be integrated with petrochemical products. The investment value is around 10 billion US dollars," Ignatius said.

In that cooperation, OOG is committed to supplying crude oil for refinery needs. The fuel products produced will be fully absorbed by Pertamina. However, there is a chance that Pertamina and OOG will establish a joint venture to sell BBM domestically.

     Meanwhile, Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignasius Jonan claimed to understand why the megaproject developing capacity and construction of new refineries could not be done quickly. The whole set of processes must be carried out carefully. Only, according to him, needs attention to the increasingly rapid development of electricity for transportation that can replace the role of BBM.

"There is a concern that electricity is growing rapidly, why build a refinery? In addition to energy security, building refineries is also for the development of domestic petrochemical industries, "said Jonan.

In addition to the Balikpapan refinery, the refinery development project is also carried out in Cilacap, Central Java; in Balongan, West Java; and in Dumai, Riau. The new refinery to be built, besides in Bontang, is also in Tuban, East Java by Rosneft from Russia. If all the projects are completed, the installed capacity of the refinery will increase from 1 million barrels per day to 2 million barrels per day.

Rosneft Oil Company Russia

Previously, Coordinating Minister for the Economy Darmin Nasution stated that Pertamina must accelerate the realization of new refinery development which is integrated with the petrochemical industry to reduce dependence on imports. Pertamina was also asked to optimize the mandatory B-20 policy. This policy is in the form of mixing biodiesel into diesel fuel so that every liter of diesel fuel contains 20 percent of biodiesel.

IN INDONESIAN

Proyek Kilang Ditargetkan Selesai pada 2026


PT Pertamina (Persero) berkomitmen menyelesaikan proyek pengembangan kilang dan pembangunan kilang baru di tahun 2026. Proyek pengembangan kilang dilakukan di empat kilang, termasuk kilang khusus pengolahan minyak kelapa sawit. Sebelumnya, megaproyek ini dijadwalkan rampung pada 2024.

Pertamina menandatangani kontrak pengerjaan rancangan, konstruksi, dan rekayasa (EPC) untuk pengembangan kilang Balikpapan, Kalimantan Timur, di Jakarta, Senin (10/12/2018). Perusahaan pemenang lelang EPC adalah SK Engineering & Construction Co Ltd, Hyundai Engineering Co Ltd, PT Rekayasa Industri, dan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. 

Pertamina juga menandatangani dokumen kerangka kerja sama dengan Overseas Oil & Gas (OOG), perusahaan migas dari Oman, untuk membangun kilang baru di Bontang, Kalimantan Timur. Proyek pengembangan kilang Balikpapan akan dimulai Januari 2019. Jadwal yang diberikan ke pelaksana proyek adalah 53 bulan yang berlaku efektif sejak penandatangan kontrak. Proyek ini akan menambah kapasitas kilang dari 260.000 barel per hari menjadi 360.000 barel per hari dengan kualitas bahan bakar minyak (BBM) yang dihasilkan berstandar euro 5.

Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengakui ada keterlambatan pengerjaan proyek pengembangan dan pembangunan kilang baru. Namun, hal itu masih lebih baik daripada tidak ada kemajuan sama sekali. Pihaknya menargetkan seluruh proyek pengembangan dan pembangunan kilang baru selesai pada 2026. 

”Semua akan dilakukan secara paralel (proyek pengembangan dan pembangunan kilang baru). Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali,” kata Nicke seusai penandatanganan kontrak.

Adapun proyek pembangunan kilang baru di Bontang, OOG sudah melalui tahap seleksi sejak tahun lalu. OOG dinilai punya kemampuan finansial yang kuat, termasuk kekuatan bisnis hulu-hilir. Kilang di Bontang nantinya akan berkapasitas 300.000 barel per hari.

Direktur Mengaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina, Ignatius Tallulembang menambahkan, pada proyek pembangunan kilang baru di Bontang, seluruh pendanaan ditanggung OOG. Dalam perjanjian itu, Pertamina akan mendapat golden share 10 persen. Pertamina sebagai pihak yang menyediakan lahan dan infrastruktur pendukung lainnya pada proyek ini.
Dalam jangka panjang, saham Pertamina akan dinaikkan menjadi 20 persen atau 30 persen. Kilang baru di Bontang nanti akan diintegrasikan dengan produk petrokimia, Nilai investasinya sekitar 10 miliar dollar AS,” kata Ignatius.

Dalam kerja sama itu, OOG berkomitmen memasok minyak mentah untuk kebutuhan kilang. Produk Bahan Bakar Minyak (BBM) yang dihasilkan akan diserap sepenuhnya oleh Pertamina. Namun, ada peluang Pertamina bersama OOG mendirikan usaha patungan untuk penjualan BBM didalam negeri.

     Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengaku bisa paham kenapa megaproyek pengembangan kapasitas dan pembangunan kilang baru tidak bisa dikerjakan cepat. Seluruh rangkaian proses mesti dilakukan dengan cermat. Hanya, menurut dia, perlu perhatian terhadap kian pesatnya perkembangan listrik untuk transportasi yang bisa menggantikan peran BBM.

”Ada kekhawatiran kalau listrik semakin pesat, untuk apa membangun kilang? Selain untuk ketahanan energi, membangun kilang juga untuk pengembangan industri petrokimia di dalam negeri,” kata Jonan.

Selain kilang Balikpapan, proyek pengembangan kilang dilakukan juga di Cilacap, Jawa Tengah; di Balongan, Jawa Barat; dan di Dumai, Riau. Adapun kilang baru yang akan dibangun, selain di Bontang, ada juga di Tuban, Jawa Timur oleh Rosneft dari Russia. Apabila semua proyek itu selesai, kapasitas terpasang kilang naik dari 1 juta barel per hari jadi 2 juta barel per hari.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution menyatakan, Pertamina harus mempercepat realisasi pembangunan kilang baru yang terintegrasi dengan industri petrokimia untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Pertamina juga diminta mengoptimalkan kebijakan mandatori B-20. Kebijakan ini berupa pencampuran biodiesel ke dalam solar sehingga setiap liter solar mengandung 20 persen biodiesel.

Kompas, Page-14, Tuesday, Dec 11, 2018

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel