google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Delay of Refinery Assessed Adverse - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wikipedia

Search results

Tuesday, December 18, 2018

Delay of Refinery Assessed Adverse



The delay in the construction of new refineries and the increase in refinery capacity has the potential to swell imports of oil fuel. In 2012 the value of imported crude oil and oil raw materials reached 16.5 billion US dollars. The government is urged to be consistent with the dream of building refineries in the country.

Throughout 2017, the value of imported fuel oil (BBM) reached 9 billion US dollars, exceeding the value of crude oil imports of 7.5 billion US dollars. As of August 2018, the value of imported fuel is also higher than crude oil imports. A total of 7.4 billion US dollars was spent on fuel imports, while 5.5 billion US dollars of crude oil imports.

According to Executive Director of Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara in Jakarta, delays in completing the construction of new refineries and increasing refinery capacity to 2026 harm PT Pertamina (Persero) and could disrupt the rupiah exchange rate against the US dollar.

Indonesia also loses the potential of gaining added value from refinery and petrochemical products. Marwan said the delay could affect public confidence in the government's sincerity in building refineries. The delay in building refineries has made Indonesia increasingly dependent on imports. In fact, imports are often a hunting ground for oil and gas mafia rents.

Nicke Widyawati

Previously, Pertamina's Managing Director Nicke Widyawati admitted there were delays in the construction of new refineries and the increase in existing refineries. However, he refused to explain what caused the delay. According to him, it's better late than nothing.

Balikpapan refinery

Last Monday (10/12/2018), Pertamina signed a design, construction and engineering (EPC) contract for the development of the Balikpapan refinery, East Kalimantan. Meanwhile, President of the Indonesian Petroleum Association (IPA) Tumbur Parlindungan said the government's ambitions building new refineries must be accompanied by efforts to find oil and gas reserves through exploration.

Because, without the discovery of new reserves, Indonesia has not been completely free of imports despite having refineries in large capacity. The capacity of Indonesia's oil refineries is currently only 1 million barrels per day. In fact, national fuel consumption reaches 1.5 million-1.6 million barrels per day, where the shortfall is met through imports of 600 thousand barrels per day.

IN INDONESIAN

Penundaan Kilang Dinilai Merugikan


Tertundanya pembangunan kilang baru dan peningkatan kapasitas kilang berpotensi membuat angka impor bahan bakar minyak membengkak. Pada 2012 nilai impor minyak mentah dan bahan baku minyak mencapai 16,5 miliar dollar AS. Pemerintah didesak konsisten dengan cita-cita membangun kilang di dalam negeri.

Sepanjang 2017, nilai impor Bahan Bakar Minyak (BBM) mencapai 9 miliar dollar AS, melampaui nilai impor minyak mentah yang 7,5 miliar dollar AS. Hingga Agustus 2018, nilai impor BBM juga lebih tinggi daripada impor minyak mentah. Sebanyak 7,4 miliar dollar AS dibelanjakan untuk impor BBM, sedangkan impor minyak mentah 5,5 miliar dollar AS.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara di Jakarta, tertundanya penuntasan pembangunan kilang baru dan peningkatan kapasitas kilang menjadi tahun 2026 merugikan PT Pertamina (Persero) dan dapat mengganggu nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. 

Indonesia juga kehilangan potensi memperoleh nilai tambah dari produk kilang dan petrokimia. Marwan menyebut keterlambatan itu bisa memengaruhi kepercayaan publik terhadap kesungguhan pemerintah membangun kilang. Keterlambatan membangun kilang membuat Indonesia semakin tergantung pada impor. Padahal, impor sering menjadi lahan perburuan rente mafia migas.

Sebelumnya, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengakui ada keterlambatan pembangunan kilang baru dan peningkatan kilang yang ada. Namun, dirinya menolak menjelaskan apa penyebab keterlambatan itu. Menurut dia, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Senin (10/12/2018) lalu, Pertamina menandatangani kontrak pengerjaan rancangan, konstruksi, dan rekayasa (EPC) untuk pengembangan kilang Balikpapan, Kalimantan Timur. Sementara itu, Presiden Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Tumbur Parlindungan mengatakan, ambisi pemerintah
membangun kilang baru harus dibarengi usaha menemukan cadangan migas melalui eksplorasi.

Sebab, tanpa penemuan cadangan baru, Indonesia belum sepenuhnya terbebas dari impor meski punya kilang dalam kapasitas besar. Kapasitas kilang minyak Indonesia saat ini hanya 1 juta barel per hari. Padahal, konsumsi BBM nasional mencapai 1,5 juta-1,6 juta barel per hari, dimana kekurangannya dipenuhi melalui impor sebesar 600 ribu barel per hari.

Kompas, Page-18, Saturday, Dec 15, 2018

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel