google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Arabs Raise Oil Prices in Asian Markets - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wikipedia

Search results

Monday, May 14, 2018

Arabs Raise Oil Prices in Asian Markets



Saudi Arabia raised crude oil prices for Asia at its highest level since August 2014, a few weeks after China's biggest oil trading unit demanded cut production due to rising prices.

Saudi Arabian Oil Co. or Aramco plans to raise the price of crude oil for the Asian market by US $ 1.90 per barrel in June from US $ 1.20 per barrel in April 2018. The price difference of each class for Asia is recorded increasing every month. Earlier, Asian oil traders fret with Saudi Arabia's policy of lowering official oil prices for May 2018, but suddenly raised prices.



Unipec, China's trading unit, especially Sinopec, has requested to reduce its barrel shipments by up to 40% from the Middle East for May due to an increase in oil prices in recent months. Proposals submitted by Unipec to reduce the current volume are known to have been approved by Aramco.

"Unipec might have a more sensible judgment about what's going on with China's demand," said Michael Lynch, President of Strategy Research on Economics and Energy at Winchesten Massachusetts, quoted by Bloomberg.

According to him, the submission of demand is a combination of market strengthening on the price side.

"On the other hand, it also shows that demand from China is so strong that [Aramco] feels it has room to raise prices," he continued.

Price movements in Saudi Arabia are closely watched by big traders in the global market as it shows signs that the world's biggest exporter sees mummified margins and other key global market indicators to keep prices up. Currently, all oil prices for Petroleum Fuel (BBM) to the EU market have been lowered. Saudi Arabia is the main benchmark for other manufacturers in the Middle East. Currently the market is waiting to see if US President Donald Trump will uphold his sanctions against Iran over its nuclear policy.

Crude oil

Meanwhile, crude sold for under $ 68 a barrel as investors began to consider the impact of expanding crude supplies in the US along with decisions related to Iran's imminent nuclear drive. Futures trading in New York declined 0.5 percent after gaining the biggest gain in 2 weeks on Wednesday (2/5). US crude supplies rose to more than 6.2 million barrels last week, the most since January 2018 compared with 1.23 million barrels expected by Bloomberg survey.

Meanwhile, Iran's supply uncertainty is likely to continue until the US President's decision to activate sanctions on Iran, the third largest producer of the Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) on May 12, 2018. Global producers headed by OPEC and its allies include Russia firmly with its stance to keep cutting production despite having reached the target after 16 months.

The West Texas Intermediate (WTI) oil price on Thursday (3/5) for June delivery fell 0.12 points or 0.18 percent to US $ 67.81 per barrel. Year-to-date recorded an increase of up to 12.23%. Total traded volumes are 58% below the 100-day average.

Meanwhile, trading at the same time recorded Brent oil futures prices also fell 0.16 points or 0.22% to US $ 75.20 per barrel. The global crude oil benchmark was US $ 5.57 higher against the WTI in July.

IN INDONESIA

Arab Naikkan Harga Minyak di Pasar Asia


Arab Saudi menaikkan harga minyak mentah untuk kawasan Asia pada level tertinggi sejak Agustus 2014, berselang beberapa pekan setelah unit perdagangan minyak terbesar di China meminta mengurangi  jumlah produksi karena harga yang menjulang.

Saudi Arabian Oil Co. atau Aramco berencana menaikkan harga minyak mentah untuk pasar Asia sebesar US$ 1,90 per barel pada Juni dari US$ 1,20 per barel pada April 2018. Perbedaan harga dari tiap kelas untuk Asia tercatat meningkat setiap bulan. Sebelumnya, para trader minyak di Asia resah dengan kebijakan Arab Saudi yang sempat menurunkan harga jual minyak secara resmi untuk Mei 2018, tetapi tiba-tiba menaikkan harga.

Unipec, unit perdagangan China , terutama Sinopec, meminta untuk mengurangi pengiriman per barelnya hingga 40% dari negara Timur Tengah untuk Mei ini akibat dari peningkatan harga minyak beberapa bulan terakhir. Proposal yang diajukan Unipec untuk mengurangi volume saat ini diketahui telah disetujui oleh Aramco. 

“Unipec mungkin punya pertimbangan yang lebih masuk akal dengan apa yang terjadi dengan permintaan China,” ujar Michael Lynch, Presiden Riset Strategi Ekonomi dan Energi di Winchesten Massachusetts, dikutip dari Bloomberg.

Menurut dia, pengajuan penurunan permintaan itu merupakan kombinasi dari penguatan pasar pada sisi harga.

“Di sisi lain, juga menunjukkan bahwa permintaan dari China sangat kuat sehingga [Aramco] merasa punya ruang untuk menaikkan harga,” lanjutnya.

Pergerakan harga di Arab Saudi dipantau ketat oleh para pedagang besar di pasar global karena menunjukkan tanda-tanda bahwa eksportir terbesar di dunia itu melihat margin mumi dan indikator kunci pasar global lainnya untuk mempertahankan harga. Saat ini, seluruh harga minyak untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) ke pasar Uni Eropa telah diturunkan. Arab Saudi tercatat menjadi tolok ukur utama untuk produsen lain di Timur Tengah. Saat ini pasar sedang menantikan apakah Presiden AS Donald Trump akan menegakkan sanksinya kembali terhadap Iran terkait dengan kebijakan nuklir.

Minyak Mentah

Sementara itu, minyak mentah terjual dengan harga di bawah US$ 68 per barel karena investor mulai mempertimbangkan dampak dari perluasan pasokan minyak mentah di AS bersamaan dengan keputusan terkait dengan nuklir Iran yang semakin dekat. Perdagangan berjangka di New York mengalami penurunan 0,5 % setelah mendapat kenaikan terbesar dalam 2 pekan pada Rabu (2/5). Pasokan minyak mentah AS tercatat meningkat hingga lebih dari 6,2 juta barel pada pekan lalu, stok itu angka terbesar sejak Januari 2018 jika dibandingkan dengan kenaikan 1,23 juta barel yang diperkirakan oleh survei Bloomberg.

Adapun, ketidakpastian pasokan Iran kemungkinan akan terus berlanjut hingga keputusan Presiden AS untuk mengaktifkan sanksi pada Iran, produsen terbesar ketiga organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) itu pada 12 Mei 2018. Produsen global yang dikepalai OPEC dan sekutunya termasuk Rusia kokoh dengan pendiriannya untuk tetap memangkas produksi meskipun telah mencapai target setelah 16 bulan.

Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) pada perdagangan Kamis (3/5) untuk pengiriman Juni 2018 tercatat mengalami penurunan tipis 0,12 poin atau 0,18% menjadi US$ 67,81 per barel. Secara year-to date tercatat mengalami kenaikan hingga 12,23%. Total voliune yang diperdagangkan berada 58% di bawah rata-rata 100 hari.

Adapun, pada perdagangan di waktu yang sama tercatat harga minyak Brent berjangka juga turun 0,16 poin atau 0,22% menjadi US$75,20 per barel. Patokan minyak mentah global itu lebih tinggi US$ 5,57 terhadap WTI bulan Juli.

Bisnis Indonesia, Page-16, Friday, May 4, 2018

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel