google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Pertamina Capex Projected to Break US $ 10-1 1 M - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wikipedia

Search results

Monday, November 13, 2017

Pertamina Capex Projected to Break US $ 10-1 1 M



PT Pertamina projects its investment fund needs to double to around US $ 10-11 billion from 2019. This is because all of the oil refinery (BBM) projects under construction have started construction.

Pertamina Finance Director Arif Budiman said the amount of investment expenditure (capital expenditure / capex) issued by the company is projected to continue to rise in the future. This year, Pertamina's investment performance is estimated at US $ 4.5 billion. Furthermore, this investment figure will grow next year to about US $ 5.7 billion and jumped twice as much as 2019.

"[Investments] are expected to rise to double digits starting 2019 ahead," he told Investor Daily, last week. This part of the investment is as great for both the upstream and downstream businesses of the company.

He said the significant investment increase was due to the fact that the refinery project would have started significantly at that time. Currently, improvements and capacity building of Balikpapan Refinery in East Kalimantan have entered the finalization stage of engineering design and final investment decision (FID).

While repairing Cilacap refinery and new refinery development in Tuban, East Java in Finalization stage of the scheme in the future. As is known, Pertamina is working on six refinery projects at once, both new units and capacity and quality improvement of existing refineries.

Construction of two new refinery units in Tuban, East Java and Bontang, East Kalimantan, and repair of four existing refineries spread across Balongan, West Java; Balikpapan, East Kalimantan; Dumai, Riau; and Cilacap, Central Java. The fund needed to complete this project is huge, at about US $ 30 billion.

The entire refinery project is targeted for completion by 2025. Precisely, Balikpapan and Balongan Refineries are projected to be completed by 2021, followed by Cilacap and Tuban Refinery in 2024, and Bontang Refinery and Dumai Refinery in 2025.

Although investment needs will soar, Arif asserted that the company does not or will not issue bonds (global bond). To ensure that all projects can be funded, it will partner with partners to work on refinery projects.

"[Project] that already exist partners, we continue. If there is also someone who is interested to others, we are open, "he said.

However, Pertamina said it will not delay the refinery project until it gets partners who can be invited to share the investment burden. For the Balikpapan Refinery Project, for example, the company continues its work while opening opportunities for companies interested in joining partners.

The same is also open to other refinery projects. Condition, potential partners must offer a fair and risky scheme together. In addition, the cost for the refinery project will also be covered with project financing (PF).

"The type of refinery investment can usually be PF-kan given the nature of the withdrawal of funds," said Arif.

Upstream, Pertamina will need additional investments to manage oil and gas blocks that have expired. Starting next year, Pertamina will get seven additional blocks, namely Mahakam Block, Tuban, Ogan Komering, North Sumatra Offshore, Central, Sanga-Sanga and South East Sumatera. For Mahakam Block alone, the company will spend US $ 1.8 billion.

Refinery Cilacap

Meanwhile, Pertamina is now completing the formation of a joint venture with Saudi Aramco for the improvement and capacity building project of Cilacap Refinery. Senior Vice President of Refining Operation of Pertamina Budi Santoso Syarif said, the establishment of a JV requires asset statements of each company.

"We are still evaluating how far we can provide joint assets with Saudi Aramco. It is still being reviewed at headquarters, "he said.

He explained, the calculation of this asset is necessary because it will determine the matter of equity participation to the joint venture. Meanwhile, refinery assets are not actually owned by Pertamina, but the government. So, it must coordinate with the government about this matter. However, it will complete the problem "JV is in this year as well.

"Immediately, because this Saudi Aramco is waiting, so soon we finish. It seems not until 2018, "said Budi.

Director General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ego Syahrial said the Cilacap Refinery Project was completed. The reason, with a capacity of 348 thousand barrels per day (bpd), Cilacap Refinery contributes 33% or the largest in Indonesia. Improvement and capacity improvement of Cilacap Refinery is expected to reduce the cost of production and increase the quality of its products.

This program is to increase the capacity of 348 thousand bpd in the future to about 400 thousand bpd. In addition, indeed Cilacap refinery is one of the most efficient in Indonesia, "he said.

Previously, Pertamina and Saudi Aramco have signed an agreement to form a joint venture for the upgrading project of Cilacap refinery in December last year. Both agreed on the matter of ownership of shares where Pertamina holds 55% and Saudi Aramco 45%.

After upgrading, the processing capacity of Cilacap refinery will increase from 348 thousand bpd to 400 thousand bpd. Furthermore, there will be additional gasoline production (gasoline) 80 thousand bpd, diesel 60 thousand bpd, and avtur 40 thousand bpd. Fuel production rose significantly because the ability of refineries to process crude oil into finished products (NCI) rose from 74% to 92-98%.

IN INDONESIA


Capex Pertamina Diproyeksikan Tembus US$ 10-1 1 M


PT Pertamina memproyeksikan kebutuhan dana investasinya bakal naik dua kali lipat menjadi sekitar US$ 10-11 miliar mulai 2019. Hal ini lantaran seluruh proyek kilang bahan bakar minyak (BBM) yang digarap perseroan sudah mulai konstruksi.

Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman mengatakan, besaran belanja investasi (capital expenditure/capex) yang dikeluarkan perseroan diproyeksikan terus naik ke depannya. Pada tahun ini, performa investasi Pertamina diperkirakan sebesar US$ 4,5 miliar. Selanjutnya, angka investasi ini bakal membesar pada tahun depan menjadi sekitar US$ 5,7 miliar dan melonjak dua kali lipatnya mulai 2019.

“ [lnvestasi] diperkirakan naik menjadi double digit mulai 2019 ke depan,” kata dia kepada Investor Daily, pekan lalu. Bagian investasi ini sama besarnya baik untuk bisnis hulu maupun hilir perseroan.

Dikatakannya, kenaikan investasi yang cukup signifikan ini lantaran proyek kilang bakal sudah dimulai signifikan pada saat itu. Saat ini, perbaikan dan peningkatan kapasitas Kilang Balikpapan di Kalimantan Timur sudah masuk tahap finalisasi desain rekayasa dan keputusan investasi akhir (final investment decision/FID). 

Sementara perbaikan Kilang Cilacap dan pembangunan kilang baru di Tuban, Jawa Timur pada tahap Finalisasi skema ke depannya. Seperti diketahui, Pertamina mengerjakan enam proyek kilang sekaligus, baik unit baru maupun peningkatan kapasitas dan kualitas dari kilang yang ada. 

Pembangunan dua unit kilang baru di Tuban, Jawa Timur dan Bontang, Kalimantan Timur, serta perbaikan empat kilang eksisting yang tersebar di Balongan, Jawa Barat; Balikpapan, Kalimantan Timur; Dumai, Riau; serta Cilacap, Jawa Tengah. Dana yang dibutuhkan untuk merampungkan proyek ini sangat besar, yakni sekitar US$ 30 miliar.

Seluruh proyek kilang ini ditargetkan selesai pada 2025. Tepatnya, Kilang Balikpapan dan Balongan diproyeksikan selesai pada 2021, disusul Kilang Cilacap dan Tuban pada 2024, serta Kilang Bontang dan Kilang Dumai pada 2025. 

Meski kebutuhan investasi bakal melonjak tinggi, Arif menegaskan bahwa perseroan tidak atau belum akan menerbitkan surat utang (bond) global. Untuk memastikan seluruh proyek dapat didanai, pihaknya akan menggandeng mitra untuk menggarap proyek-proyek kilang. 

“[Proyek] yang sudah ada mitra, kami teruskan. Kalau juga masih ada yang berminat untuk yang lain, kami terbuka," tuturnya.

Namun, Pertamina disebutnya tidak akan menunda proyek kilang sampai mendapatkan mitra yang bisa diajak berbagi beban investasi. Untuk Proyek Kilang Balikpapan misalnya, perseroan terus melanjutkan pengerjaannya sembari membuka kesempatan bagi perusahaan yang berminat bergabung menjadi mitra. 

Hal yang sama juga terbuka bagi proyek kilang lainnya. Syaratnya, calon mitra harus menawarkan skema yang adil dan mau menanggung resiko bersama-sama. Selain itu, biaya untuk proyek kilang juga akan ditutup dengan project financing (PF). 

“Jenis investasi kilang biasanya dapat di-PF-kan mengingat nature dari penarikan dananya,” ujar Arif.

Di hulu, Pertamina akan membutuhkan tambahan investasi untuk mengelola blok-blok migas yang habis kontraknya. Mulai tahun depan, Pertamina memperoleh tambahan tujuh blok yakni Blok Mahakam, Tuban, Ogan Komering, North Sumatera Offshore, Tengah, Sanga-Sanga, dan South East Sumatera. Untuk Blok Mahakam saja, perseroan bakal mengeluarkan dana US$ 1,8 miliar.

Kilang Cilacap 

Sementara itu, Pertamina kini sedang merampungkan pembentukan perusahaan patungan (joint venture) dengan Saudi Aramco untuk proyek perbaikan dan peningkatan kapasitas Kilang Cilacap. Senior Vice President Refining Operation Pertamina Budi Santoso Syarif menuturkan, pembentukan JV membutuhkan pernyataan aset dari masing-masing perusahaan.

“Kami masih evaluasi seberapa jauh kami bisa memberikan aset joint dengan Saudi Aramco. Itu masih dikaji di kantor pusat,” kata dia.

Dijelaskannya, perhitungan aset ini diperlukan lantaran akan menentukan soal penyertaan modal ke perusahaan patungan. Sementara, aset-aset kilang sebenarnya bukan milik Pertamina, tetapi pemerintah. Sehingga, pihaknya harus berkoordinasi dengan pemerintah soal hal ini. Meski demikian, pihaknya bakal merampungkan masalah "JV tersebut pada tahun ini juga.

“Secepatnya, karena ini Saudi Aramco menunggu, jadi secepatnya kami selesaikan. Sepertinya tidak sampai pada 2018,” tutur Budi.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial mengatakan, Proyek Kilang Cilacap ini hatus dirampungkan. Pasalnya, dengan kapasitas sebesar 348 ribu barel per hari (bph), Kilang Cilacap berkontribusi 33% atau terbesar di Indonesia. Perbaikan dan peningkatan kapasitas Kilang Cilacap diharapkan bisa menekan biaya pokok produksi dan menaikkan kualitas produknya.

“Program ini untuk meningkatkan kapasitas yang tadinya 348 ribu bph ke depannya menjadi sekitar 400 ribu bph. Selain itu, memang Kilang Cilacap ini merupakan salah satu yang paling efisien di Indonesia,” kata dia.

Sebelumnya, Pertamina dan Saudi Aramco telah meneken perjanjian pembentukan perusahaan patungan untuk proyek peningkatan kapasitas dan kompleksitas (upgrading) Kilang Cilacap pada Desember tahun lalu. Keduanya menyepakati soal kepemilikan saham dimana Pertamina memegang 55% dan Saudi Aramco 45%.

Pasca upgrading, kapasitas pengolahan minyak mentah Kilang Cilacap akan naik dari 348 ribu bph menjadi 400 ribu bph. Selanjutnya, bakal ada tambahan produksi bensin (gasoline) 80 ribu bph, solar 60 ribu bph, dan avtur 40 ribu bph. Produksi bahan bakar naik signifikan lantaran kemampuan kilang mengolah minyak mentah menjadi produk jadi (NCI) naik dari 74% menjadi 92-98%.

Investor Daily, Page-9, Monday, Nov 13, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel