The Abandonment and Site Restoration (ASR) obligation will be the responsibility of the oil and gas company entirely in the production sharing contract (PSC) of gross profit sharing scheme (gross split). Previously, ASR included components that could be included in the cost of recoverable investment.
Director of Upstream Business Development of the Directorate General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) Tunggal said that, under the terms and conditions of the cooperation contract, it will be included the obligation to set aside ASR funds. This provision applies to all new oil and gas contracts required to use the scheme
Gross split.
"There is already a ministerial regulation, later on the new terms and conditions required ASR obligation," he said in Jakarta, Tuesday (30/5). In the case of long oil and gas contracts no ASR liabilities, the new contractors who took over the block also share the burden. This scheme will be implemented in East Kalimantan Block and block with other similar cases.
This is not a problem because the oil and gas company only puts this ASR burden in the economic calculation of the block.
The problem is, the ASR burden can be very significant if the block's assets are large enough while the oil and gas production is small. The ASR problem also caused PT Pertamina to request an additional time to evaluate the eight oil and gas blocks that had been transferred to the company. Pertamina wants to evaluate these eight working areas, especially to include this matter (ASR).
If the oil and gas blocks become uneconomical to develop, oil and gas companies can send Letter to the Minister of Energy and Mineral Resources Ignasius Jonan. But whether to get a 5% split additional, all of which become the authority of the Minister of EMR.
Pertamina's Upstream Director Syamsu Alan also revealed the same thing. He said the management of eight blocks of oil and gas termination is quite challenging. The main problem is that the ASR burden is quite large and fully borne by the national company in a gross split contract. It does not mind to bear this ASR obligation, but it takes a more detailed economic calculation.
"For the gross split is applied to new contracts, so ASR is the responsibility of investors and not cost recovery. So it adds to the economic burden, "he said.
In cost recovery contracts, ASR includes cost recovery components. Therefore, Pertamina requested an additional one month to evaluate the eight blocks of oil and gas, "Ask us for additional time to evaluate in more detail," he said.
Earlier, IPA Executive Director Marjolijn Wajong said the oil and gas contracts signed before 1990 did not require ASR allowance. In fact, if counting the number of wells drilled for decades, the required ASR funds will be substantial. This collection of funds to one of the companies, whether the contract is exhausted or taking over the management will be a heavy burden.
For contractors who take over the block run out of contracts, ASR loading may cut the block's integrity. Meanwhile, if billed to the old contractor, there are no funds that can be deposited considering there is no provision of funds since the beginning of the contract.
Coercion billing is also a potential dispute between the government and the contractor. So have to talk to companies to handle the way out.
IN INDONESIAN
Dana Pasca Tambang Menjadi Tanggungan Penuh Perusahaan Migas
Kewajiban menyisihkan dana pasca tambang (Abandonment and Site Restoration/ASR) akan menjadi tanggungan perusahaan migas sepenuhnya dalam kontrak kelja sama (production sharing contract/PSC) skema bagi hasil kotor (gross split). Sebelumnya, ASR termasuk komponen yang dapat dimasukkan dalam biaya investasi yang dapat dikembalikan (cost recovery).
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tunggal menuturkan, dalam prasyarat dan ketentuan kontrak kerja sama, akan dimasukkan kewajiban menyisihkan dana ASR. Ketentuan ini berlaku bagi seluruh kontrak migas baru yang diwajibkan menggunakan skema
gross split.
“Sudah ada peraturan menteri, nanti pada term and condition yang baru diwajibkan ada tanggungan ASR,” kata dia di Jakarta, Selasa (30/5). Dalam hal kontrak migas lama tidak ada kewajiban ASR, kontraktor baru yang mengambil alih blok tersebut juga ikut menanggung beban bawaan tersebut. Skema ini akan diterapkan di Blok East Kalimantan dan blok dengan kasus serupa lainnya.
Hal ini disebutnya tidak akan menjadi masalah karena perusahaan migas hanya memasukkan beban ASR ini dalam perhitungan keekonomian blok tersebut.
Masalahnya, beban ASR bisa menjadi sangat signifikan jika aset blok tersebut cukup besar sementara produksi migasnya kecil. Masalah ASR ini juga yang kemudian membuat PT Pertamina meminta tambahan waktu untuk mengevaluasi delapan blok migas habis kontrak yang dialihkan pengelolaannya ke perseroan. Pertamina ingin evaluasi lagi delapan Wilayah kerja ini, terutama untuk memasukkan soal ini (ASR).
Jika nantinya blok migas menjadi tidak ekonomis untuk dikembangkan, perusahaan migas dapat mengirimkan Surat ke Menteri ESDM Ignasius Jonan. Namun terkait apakah akan memperoleh tambahan split 5%, seluruhnya menjadi kewenangan Menteri ESDM.
Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alan juga mengungkapkan hal yang sama. Dikatakannya, pengelolaan delapan blok migas terminasi tersebut cukup menantang. Utamanya yakni soal beban ASR yang cukup besar dan sepenuhnya ditanggung perusahaan lnigas dalam kontrak gross split. Pihaknya tidak keberatan menanggung kewajiban ASR ini, namun butuh perhitungan keekonomian yang lebih detail.
“Untuk gross split ini diberlakukan untuk kontrak baru, jadi ASR ini tanggung jawab investor dan tidak cost recovery. Jadi menambah beban keekonomian,” katanya.
Dalam kontrak cost recovery, ASR termasuk komponen yang dapat di cost recovery. Karena itulah, Pertamina meminta tambahan waktu satu bulan untuk mengevaluasi delapan blok migas tersebut, “Minta tolong kami diberi waktu tambahan untuk mengevaluasi lebih detil lagi,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong mengatakan, kontrak migas yang diteken sebelum tahun 1990 memang tidak mewajibkan penyisihan ASR. Padahal, jika menghitung jumlah sumur yang dibor selama berpuluh-puluh tahun, dana ASR yang diperlukan akan cukup besar, Penagihan dana ini kepada salah satu perusahaan, baik yang kontraknya habis ataupun yang mengambil alih pengelolaannya akan menjadi beban berat.
Bagi kontraktor yang mengambil alih kelola blok habis kontrak ini, pembebanan ASR dapat memangkas keekonondian blok tersebut. Sementara jika ditagihkan kepada kontraktor lama, tidak ada dana yang dapat disetor mengingat memang tidak ada penyisihan dana sejak awal kontrak.
Pemaksaan penagihan juga bemotensi terjadinya dispute antara pemerintah dan kontraktor. Sehingga harus diajak bicara perusahaan-perusahaan untuk menghandle jalan keluarnya.
Investor Daily, Page-6, Wednesday, May 31, 2017
No comments:
Post a Comment