google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Operator Proyek Kilang & Bontang Belum Ditunjuk - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wikipedia

Search results

Friday, November 25, 2016

Operator Proyek Kilang & Bontang Belum Ditunjuk


    Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berselisih paham soal proyek kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur. Jika sebelumnya PT Pertamina digadang-gadang bisa mengambil proyek itu, kini BUMN itu masih harus bersabar. Belum ada kata sepakat preyek itu diberikan kepada Pertamina. Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) masih mengkaji serta membandingkan keekonomian skema penugasan kepada Pertamina maupun skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Ketua Harian KPPIP Wahyu Utomo menjelaskan, sementara ini pihaknya masih mengikuti ketentuan dami Kementerian Koordinator Perekonomian.

    Kementerian Koordinator Ekonomi cenderung ingin memakai skema KPBU dalam pembangunan Kilang Bontang. Skema KPBU tersebut sampai ada perubahan kebijakan lagi. Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menyatakan, pembangunan Kilang Bontang memakai skema KPBU akan memakan waktu yang lama, hingga 48 bulan. Sementara kalau penugasan, dari sisi proses, bisa kita lakukan lima sampai delapan bulan," kata Arcandra, yang juga menjabat, sebagai Wakil Komisaris Pertamina di Kantor Kementerian ESDM.

    Dengan penugasan itu, diharapkan pembangunan Kilang Bontang bisa dipercepat seperti Kilang Tuban. Kalau ada protes (dari KPPIP), kami sudah berdiskusi dengan Menko Perekonomian, sebaiknya Kilang Bontang penugasan. Dalam diskusi itu, Menko Perekonomian Darmin Nasution akan membolehkan Pertamina. Syaratnya, penugasan proyek itu tidak membebani Pertamina. Vice President Corporate Communication Pertamina Wianda Pusponegoro menyatakan, belum ada perubahan skema pembangunan Kilang Bontang memakai KPBU menjadi penugasan. Wianda menerangkan, sampai sejauh ini Pertamina masih menunggu proses pemilihan konsultan dari International Finance Corporation (IFC).

    Setelah adanya konsultan tersebut, baru bisa dipikirkan bagaimana skema KPBU itu bisa dijalankan. Menurut Wianda, hal ini sangat berbeda dalam hal konfigurasi sisi perencanaan. Sejauh ini kami belum bisa mengkombinasikan faktor-faktornya seperti apa. Kita berharap, dari IFC sudah ada tindakan lebih jauh. sayang, Wianda juga masih belum mengetahui Pertamina akan melakukan kerjasama dengan siapa sehingga pihaknya masih belum bisa membeberkan berapa investasi kilang tersebut.

    Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Bidang Energi dan Migas Bobby Gafur Umar menyatakan, Pertamina menjadi perusahaan yang siap menjalankan proyek itu. Tapi tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) proyek Kilang Bontang harus maksimal, sehingga bermanfaat untuk pasar industri penunjang migas dalam negeri. Swasta tetap diperlukan, tetapi untuk kilang mini. Fahmi Radhi Pengamat Energi Universitas Gadjah Mada menyatakan, lebih dari 20 tahun Indonesia tidak membangun kilang minyak.

    Padahal kilang eksisting sudah sangat tua. Dampaknya, impor kebutuhan selalu meningkat hingga mencapai 840.000 barel per hari. Pemerintah sudah memberikan kesempatan swasta nasional dan asing untuk membangun kilang, tetapi tidak pernah berhasil. Bahkan Saudi Aramco sekalipun akhirnya mundur, sebelum membangun kilang di Indonesia. Penugasan langsung ke Pertamina tidak serta-merta menghilangkan kesempatan bagi swasta untuk membangun proyek pemerintah.

IN ENGLISH

Operator Refinery Projects & Bontang Not Named

    Coordinating Ministry for Economic Affairs and the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) disputing about the oil refinery project in Bontang, East Kalimantan. If the previous PT Pertamina predicted it could take on the project, now state-owned enterprises still have to be patient. No word yet agreed preyek was given to Pertamina. Committee for the Acceleration of Infrastructure Provision Priority (KPPIP) is still reviewing and comparing the economics of assignment to the scheme or schemes Pertamina Cooperation between the Government and Enterprises (KPBU). Chief Executive KPPIP Wahyu Utomo explained, while it was still comply with the provisions dami Coordinating Ministry of Economy.

    Coordinating Ministry of Economy likely to want to wear KPBU scheme in Bontang refinery construction. KPBU scheme until there is a policy change again. Deputy Minister Arcandra Tahar states, development Bontang wear KPBU scheme will take a long time, up to 48 months. Meanwhile, if the assignment, from the side of the process, we can do five to eight months, "said Arcandra, who also served as the Deputy Commissioner of Pertamina at the Ministry of Energy and Mineral Resources.

    With that assignment, expected development can be accelerated such Bontang refinery Tuban. If no protest (from KPPIP), we've had discussions with Minister for Economy, preferably Bontang assignment. In that discussion, the Coordinating Minister Nasution will allow Pertamina. Condition, project assignment was not burdensome Pertamina. Vice President Corporate Communications of Pertamina Wianda Pusponegoro states, there has been no change in development schemes Bontang wear KPBU into the assignment. Wianda explained, so far, Pertamina still waiting for the process of selecting a consultant from the International Finance Corporation (IFC).

    After the existence of the consultant, and could only think about how it could be run KPBU scheme. According Wianda, things are very different in terms of configuration in terms of planning. So far we have not been able to combine the factors like what. We hope, of IFC has been no further action. Unfortunately, Wianda also still do not know Pertamina will cooperate with anyone so it still can not disclose how much investment the refinery.

    Deputy Chairman of the Chamber of Commerce and Industry Energy and Oil and Gas Bobby Gafur Umar said Pertamina into a company that is ready to run the project. But the domestic content level (DCL) Bontang project should be the maximum, so it is useful for supporting the oil and gas industry market in the country. Private is still required, but for a mini refinery. Fahmi Radhi Energy Observer Gadjah Mada University said more than 20 years of Indonesia did not build a refinery.

    Whereas the existing refinery is very old. The impact, import needs are always increasing to reach 840,000 barrels per day. The government has given the opportunity of national and foreign private sector to build refineries, but never succeeded. Even though Saudi Aramco finally retreated, before building a refinery in Indonesia. Direct assignment to Pertamina does not necessarily eliminate the opportunity for the private sector to build a government project.

Kontan, Page-14, Friday, Nov,25,2016

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel