google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 All Posts - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wikipedia

Search results

Friday, September 20, 2019

Former Managing Director Petral becomes a suspect



Bambang allegedly received more than Rp 40 billion related to the procurement of oil and gas.



The Corruption Eradication Commission (KPK) named former Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) director Bambang Irianto a suspect in bribery cases related to trade in crude oil and refinery products at Pertamina Energy Service (PES) Pte Ltd. 

Bambang Irianto

     Bambang allegedly received gifts or promises related to trading crude oil and refinery products at Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) as a subsidiary company of PT Pertamina (Persero).

Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES)

KPK Deputy Chairman Laode Muhammad Syarif said that Bambang was suspected of receiving bribes of US $ 2.9 million or equivalent to Rp 40,729,775,000 according to the current exchange rate. 

Laode Muhammad Syarif

     The receipt occurred in the span of 2010 to 2013 through the Siam Group Holding company account, which is domiciled in the British Virgin Island.

the British Virgin Island

"That in the period 2010 to 2013, the suspect BTO (Bambang) through a Siamese company account was alleged to have received money of at least 2.9 million US dollars for the assistance provided to Kernel Oil related to trading activities of refined products and crude oil to PES / PT Pertamina in Singapore and cargo shipments, "said Syarif at the Jakarta KPK building.


Syarif explained, the investigation into bribery of oil and gas mafia was carried out after President Joko Widodo declared war on the practice of oil and gas mafia to dissolve Petral in May 2015. The dissolution was believed to be due to oil and gas mafia practices in the oil trade assigned to Pertamina's subsidiary, including Petral and PES.

"In parallel, as a form of KPK's concern and support for priorities in combating the oil and gas mafia, the KPK made further searches and in this case it was found that the actual activities were carried out by PES, while Petral was positioned as a kind of paper company. The KPK focuses on uncovering irregularities that occur in the PES, "he said.

Pertamina Energy Trading Ltd (Petral)

The KPK has confirmed a number of findings of alleged oil and gas mafia practices. In fact, in this case it was found how the flow of bribery carried out across countries and using "shell" companies in foreign jurisdictions included in the category of tax haven countries.

Initially, with the target of creating National Resilience in the energy sector, Pertamina formed the Integrated Supply Chain Function (ISC). This function is in charge of carrying out planning, procurement, exchange, crude oil sales, intermedia, and commercial and operational refinery products. Pertamina then established several subsidiary companies that are fully owned and controlled, namely Petral which is domiciled in Hong Kong and PES which is domiciled in Singapore.

Petral does not have active procurement and sales business activities, while PES runs main business activities, namely the procurement and sale of crude oil and refinery products in Singapore to support its parent company which is tasked with ensuring the availability of fuel oil nationally.

"We deeply regret the alleged corruption in the oil and gas sector. The reason is that the energy sector is a crucial sector for Indonesia, "said Syarif.

According to Syarif, the KPK has conducted an investigation very carefully and carefully. A total of 53 people have been examined as witnesses.

"And the study of documents from various agencies as well as coordination with several authorities across the country," he said.



Receiving Bribes

The bribery started when Bambang was appointed vice president (VP) of PES Marketing on May 6, 2009. In 2008, Bambang met with representatives of KEE Oil PTE LTD (Kemel Oil). The company is one of the partners in the trade of crude oil and refinery products for PES / PT Pertamina.

"When Bambang was appointed vice president of marketing, PES carried out the procurement and sale of crude oil and refinery products for the needs of PT Pertamina, which could be followed by the National Oil Company, major oil companies, refineries and traders," said Syarif.

In the period 2009 to June 2012, Kernel Oil representatives were invited several times and became PES partners in the import and export of crude oil for the benefit of PES / PT Pertamina. At that time, Bambang helped secure the allocation of Kernel Oil cargo in the procurement tender. In return, it is suspected that Bambang received a sum of money received through a bank account abroad.

"To accommodate this acceptance, Bambang established SIAM Group Holding Ltd, which is domiciled in the British Virgin Island," said Syarif.

Furthermore, in 2012, according to the direction of the President, PT Pertamina increased efficiency in the trade of crude oil and fuel oil (BBM) by prioritizing direct purchases to the main source. Companies that can become PES partners should be included in the PES List of Selected Business Partners (DMUT), including the National Oil Company (NOC). However, not all companies registered with the PES DMUT are invited to participate in a tender at PES.



Bambang along with a number of PES officials allegedly determined partners who would be invited to take part in the auction. NOCs are often invited to participate in auctions. However, the shipper of the cargo is Emirates National Oil Company (ENOC). Allegedly, ENOC is a "flag company" used by Kernel Oil representatives. The KPK also suspects that the NOC was invited as a camouflage to make it appear that PES is working with the NOC to meet the procurement requirements.

"The suspect Bambang allegedly directed to continue inviting the NOC despite knowing that the NOC was not (including) the party sending the cargo to PES / PT Pertamina," said Syarif.

IN INDONESIA

Mantan Dirut Petral menjadi Tersangka


Bambang diduga menerima lebih dari Rp 40 miliar terkait pengadaan minyak dan gas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan direktur utama Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) Bambang Irianto sebagai tersangka kasus suap terkait dengan perdaganan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service (PES) Pte Ltd. Bambang diduga menerima hadiah atau janji terkait kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero).

Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan, Bambang diduga menerima suap sebesar 2,9 juta dolar AS atau setara Rp 40.729.775.000 sesuai nilai tukar saat ini. Penerimaan tersebut terjadi dalam rentang 2010 hingga 2013 melalui rekening perusahaan Siam Group Holding yang berkedudukan hukum di British Virgin Island.

"Bahwa pada periode tahun 2010 sampai dengan 2013, tersangka BTO (Bambang) melalui rekening perusahaan Siam diduga telah menerima uang sekurang-kurangnya 2,9 juta dolar AS atas bantuan yang diberikannya kepada pihak Kernel Oil terkait dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES/ PT Pertamina di Singapura dan pengiriman kargo," kata Syarif di gedung KPK Jakarta.

Syarif menjelaskan, penyelidikan suap mafia minyak dan gas ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo menyatakan perang terhadap praktik mafia minyak dan gas hingga membubarkan Petral pada Mei 2015. Pembubaran itu diyakini karena terdapat praktik mafia minyak dan gas dalam perdagangan minyak yang ditugaskan pada anak perusahaan Pertamina, termasuk Petral dan PES.

"Secara paralel, sebagai bentuk concern dan dukungan KPK terhadap prioritas memerangi mafia minyak dan gas, maka KPK melakukan penelusuran lebih lanjut dan dalam perkara ini ditemukan bahwa kegiatan sesungguhnya dilakukan oleh PES, sedangkan Petral diposisikan sebagai semacam paper company. Sehingga, KPK fokus mengungkap penyimpangan yang terjadi di PES tersebut," kata dia.

KPK telah mengonfirmasi sejumlah temuan dugaan praktik mafia minyak dan gas tersebut. Bahkan, dalam perkara ini ditemukan bagaimana alur suap yang dilakukan lintas negara dan menggunakan perusahaan “cangkang” di yurisdiksi asing yang masuk dalam kategori tax haven countries.

Awalnya, dengan target menciptakan Ketahanan Nasional di bidang energi, Pertamina membentuk Fungsi Integrated Supply Chain (ISC). Fungsi ini bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar-menukar, penjualan minyak mentah, intermedia, serta produk kilang untuk komersial dan operasional. Pertamina kemudian mendirikan beberapa perusahaan subsidiari yang dimiliki dan dikendalikan penuh, yakni Petral yang berkedudukan hukum di Hong Kong dan PES yang berkedudukan hukum di Singapura.

Petral tidak punya kegiatan bisnis pengadaan dan penjualan yang aktif, sedangkan PES menjalankan kegiatan bisnis utama, yaitu pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Singapura untuk mendukung perusahaan induknya yang bertugas menjamin ketersediaan bahan bakar minyak secara nasional.

"Kami sangat menyesalkan terjadinya dugaan tindak pidana korupsi dalam sektor migas. Pasalnya, sektor energi ini merupakan sektor yang krusial bagi Indonesia," ujar Syarif. 

Menurut Syarif, KPK telah melakukan penyelidikan dengan sangat hati-hati dan cermat. Sebanyak 53 orang telah diperiksa sebagai saksi.

"Dan dipelajari dokumen dari berbagai instansi serta koordinasi dengan beberapa otoritas di lintas negara," kata dia.

Penerimaan Uang Suap

Suap bermula saat Bambang diangkat menjadi vice president (VP) Marketing PES pada 6 Mei 2009. Pada 2008, Bambang bertemu dengan perwakilan Kernel Oil PTE LTD (Kemel Oil). Perusahaan itu merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES / PT Pertamina.

"Pada saat tersangka Bambang menjabat sebagai vice president marketing, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan PT Pertamina yang dapat diikuti oleh National Oil Company, major oil company, refinery, maupun trader," kata Syarif.

Pada periode 2009 sampai Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/ PT Pertamina. Saat itu, Bambang membantu mengamankan alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan. Sebagai imbalannya, diduga Bambang menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri.

"Untuk menampung penerimaan tersebut, maka Bambang mendirikan SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan hukum di British Virgin Island," kata Syarif.

Selanjutnya, pada 2012, sesuai arahan Presiden, PT Pertamina melakukan peningkatan efisiensi dalam perdagangan minyak mentah dan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan mengutamakan pembelian langsung ke sumber utama. Perusahaan yang dapat menjadi rekanan PES seharusnya yang masuk dalam Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) PES, termasuk National Oil Company (NOC). Namun, tidak semua perusahaan yang terdaftar pada DMUT PES diundang mengikuti tender di PES. 

Bambang bersama sejumlah pejabat PES diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti lelang. NOC menjadi yang sering diundang mengikuti lelang. Namun, yang menjadi pengirim kargo adalah Emirates National Oil Company (ENOC). Diduga, ENOC merupakan “perusahaan bendera” yang digunakan perwakilan Kernel Oil. KPKjuga menduga NOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan. 

"Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah (termasuk) pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina," kata Syarif.

Republika, Page-2, Wednesday, Sept 11, 2019

KPK Revealed Oil and Gas Corruption



The Corruption Eradication Commission (KPK) named the former Managing Director of PT Pertamina Energy Trading Limited who is also the former Managing Director of PT Pertamina Energy Service, Bambang Irianto, as a suspect of receiving bribes of 2.9 million US dollars. The KPK has been investigating cases that occurred around 2012 since June 2014.



Determination of the suspect has just been made at this time because the KPK began an investigation in June 2014 after receiving complaints. Furthermore, the KPK collects information, documents and testimonies. There were 53 witnesses examined. The KPK also examined documents from various cross-border agencies.



"Efforts to request information from tax haven countries are complicated and require time. That's also what has just been established at this time, "said KPK Deputy Chairman Laode M Syarif at the KPK Building in Jakarta.

According to Syarif, the disclosure of this case was a form of KPK's support for the priorities of President Joko Widodo's government which declared war on the oil and gas mafia practices so that the government dissolved PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) in May 2015.

Bambang Irianto

From the results of the investigation, Bambang allegedly received bribes from Kernel Oil, related to trading refined products and crude oil to PT Pertamina Energy Service (PES), a subsidiary of Petral which is a subsidiary of PT Pertamina (Persero). 


     Bribes were allegedly received by Bambang through the SIAM Group Holding account that he established and is domiciled in the British Virgin Island.

the British Virgin Island

Regarding the investigation of this case, PT Pertamina Vice President Corporate Communication Fajriyah Usman said, "We respect the ongoing legal process and the presumption of innocence principle,"

Fajriyah Usman

Efficiency

This case began when Bambang served as Vice President of Marketing at PT PES in 2009-2012. At that time, Kernel Oil several times became a partner of PT PES in the import and export of crude oil for the benefit of PT PES / PT. Pertamina. In 2012, the President requested that PT Pertamina improve efficiency in the trade of crude oil and fuel by prioritizing direct purchases to the main sources. 

PES

    Based on this directive, PT PES should refer to the guidelines that specify the seller or buyer who will be invited to participate in competitive bidding or direct negotiation according to the rules set by PT Pertamina in priority order: NOC (National Oil Company), refiner / producer, and potential seller / buyer.


Companies that can become partners with PT PES are included in the List of Selected Business Partners (DMUT) of PT PES. However, not all companies in the PT PES DMUT were invited to the auction. Bambang and a number of PT PES officials allegedly determined partners who were invited to take part in the Bid. One of the NOCs that is often invited to participate in tenders / tenders and be the party that sends cargo is Emirates National Oil Company (ENOC).

Laode Muhammad Syarif

"It is suspected that ENOC was invited as a camouflage to make it as if PT PES cooperated with NOC to meet procurement requirements, even though the oil came from Kernel Oil," Syarif said.



Related to his position, Bambang helped secure Kernel Oil's cargo allocation portion in the procurement tender or seller of crude oil or refined products. As a reward, Bambang receives money received through a bank account in a tax-free country.

IN INDONESIA

KPK Ungkap Korupsi Minyak dan gas


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bekas Direktur Utama PT Pertamina Energy Trading Limited yang juga mantan Managing Director PT Pertamina Energy Service, Bambang Irianto, sebagai tersangka dugaan penerima suap 2,9 juta dollar AS. KPK sudah menyelidiki kasus yang terjadi sekitar tahun 2012 ini sejak Juni 2014.

Penetapan tersangka baru saja dilakukan saat ini karena KPK memulai penyelidikan Juni 2014 setelah menerima pengaduan. Selanjutnya, KPK mengumpulkan informasi, dokumen, dan kesaksian. Ada 53 saksi yang diperiksa. KPK juga memeriksa dokumen dari berbagai instansi lintas negara.

”Upaya meminta informasi ke negara tax haven rumit dan memerlukan waktu. Itu juga yang membuat baru saja ditetapkan saat ini,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Gedung KPK Jakarta.

Menurut Syarif, pengungkapan kasus ini merupakan bentuk dukungan KPK terhadap prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo yang menyatakan perang terhadap praktik mafia minyak dan gas sehingga pemerintah membubarkan PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Mei 2015. 

Dari hasil penyelidikan, Bambang diduga menerima suap dari Kernel Oil, terkait perdagangan produk kilang dan minyak mentah ke PT Pertamina Energy Service (PES), anak perusahaan Petral yang merupakan anak perusahaan PT Pertamina (Persero). Suap diduga diterima Bambang melalui rekening SIAM Group Holding yang didirikannya dan berkedudukan hukum di British Virgin Island.

Terkait pengusutan kasus ini, Vice President Corporate Communication PT Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, ”Kami menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan asas hukum praduga tak bersalah,” 

Efisiensi

Kasus ini berawal saat Bambang menjabat Vice President Marketing PT PES pada 2009-2012. Saat itu, Kernel Oil beberapa kali menjadi rekanan PT PES dalam impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PT PES/PT. Pertamina. Pada 2012, Presiden minta agar PT Pertamina meningkatkan efisiensi dalam perdagangan minyak mentah dan BBM dengan mengutamakan pembelian langsung ke sumber utama. 

     Berdasarkan arahan itu, PT PES seharusnya mengacu pada pedoman yang menyebutkan penetapan penjual atau pembeli yang akan diundang mengikuti competitive bidding atau direct negotiation mengacu aturan yang telah ditetapkan PT Pertamina dengan urutan prioritas: NOC (National Oil Company), refiner/producer, dan potential seller/buyer.

Perusahaan yang dapat menjadi rekanan PT PES adalah yang masuk dalam Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) PT PES. Namun, tidak semua perusahaan dalam DMUT PT PES diundang lelang. Bambang dan sejumlah pejabat PT PES diduga menentukan rekanan yang diundang ikut tender/lelang. Salah satu NOC yang sering diundang ikut tender/lelang dan menjadi pihak yang mengirimkan kargo adalah Emirates National Oil Company (ENOC). 

”Diduga ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PT PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil,” ujar Syarif.

Terkait dengan jabatannya, Bambang membantu mengamankan bagian alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjual minyak mentah atau produk kilang. Sebagai imbalan, Bambang menerima uang yang diterima melalui rekening bank di negara bebas pajak.

Kompas, Page-1, Wednesday, Sept 11, 2019

Managing Permits in Regions is Difficult



Regents are like kings


The Islamic Cooperation Organization (OIC) said investment licensing in the regions was an obstacle to the lack of investment from the Middle East to Indonesia. Whereas the central government provides investment permits to local entrepreneurs. The Indonesian President's Special Envoy to the Middle East and OIC Alwi Shihab said the difficulty of permitting investment in the regions became a tradition for regional heads.

"In the regions, the regent is like a king. I also heard that sometimes it is difficult in the regions. It's difficult to meet with the regent, especially to get permission, "he said during the Symposium on Middle East and Indonesian Investment Improvement at the JHL Hotel in Serpong.

According to him, the tradition of the difficulty of licensing investments in the regions should be immediately changed. For example, the steps taken by regional heads to approach investors, not vice versa.

"In the regions they still need investment and the regent should approach investors, not he is approached," he said.

Another obstacle faced by investors from the Middle East and the OIC, according to Alwi, is the complexity of the licensing bureaucracy. Then other issues such as fiscal incentives for investors in the spotlight of Middle Eastern and OIC investors.

"Earlier we heard about licensing, which said up to 100 procedures. I don't believe it, but yes we want to check," he said.

Based on data from the Investment Coordinating Board (BKPM), in the past five years, investment from the Middle East and the OIC has only amounted to 471 million US dollars. The amount is less than one percent of the total foreign investment in Indonesia, which reached 162 billion US dollars.



While Acting Country Manager of Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company (Kufpec) Abdullah Al Shorain Al Mutairi added, companies engaged in the oil and gas sector are in order for bureaucratic procedures for the filing of cooperation contracts that are not in the gross split system.

IN INDONESIA

Urus Izin di Daerah Sulit

Bupati seperti Raja

Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyebut perizinan investasi di daerah menjadi kendala minimnya investasi dari Timur Tengah ke Indonesia. Padahal pemerintah pusat memberikan kemudahan izin berinvestasi kepada para pengusaha lokal. Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur Tengah dan OKI Alwi Shihab mengatakan sulitnya perizinan investasi di daerah menjadi tradisi bagi kepala daerah.

“Di daerah, bupati itu sudah seperti Raja. Saya juga dengar kadang yang mempersulit justru di daerah. Ketemu bupati saja susah, apalagi untuk mengurus izin," ujarnya saat acara Symposium Peningkatan Investasi Timur Tengah dan Indonesia di Hotel JHL Serpong.

Menurutnya, tradisi sulitnya perizinan investasi di daerah semestinya bisa segera diubah. Semisal, langkah kepala daerah yang melakukan pendekatan dengan para investor, bukan sebaliknya.

“Di daerah masih membutuhkan investasi dan harusnya bupati itu mendekati investor, bukan dia didekati," ucapnya.

Kendala lain yang dihadapi para investor dari Timur Tengah dan OKI, menurut Alwi, adalah rumitnya birokrasi perizinan. Kemudian masalah lain seperti insentif fiskal bagi investor yang menjadi sorotan investor Timur Tengah dan OKI.

"Tadi kita dengar soal perizinan yang bilang sampai harus 100 prosedur. Saya kurang percaya, tapi ya kita mau cek" ucapnya.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dalam kurun waktu lima tahun terakhir, investasi dari  Timur Tengah dan OKI hanya sebesar 471 juta dolar AS. Jumlahnya tidak sampai satu persen dari total investasi asing di Indonesia yang mencapai 162 miliar dolar AS.

Sementara Acting Country Manager of Kuwait Foreign Petroleum Exploration Company (Kufpec) Abdullah Al Shorain Al Mutairi menambahkan, perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas agar prosedur birokratis atas pengajuan kontrak kerja sama yang tidak dalam sistem gross split.

Harian Bangsa, Page-4, Wednesday, Sept 11, 2019

KPK Sets Ex Managing Director of Petral Suspect



Oil and Gas Mafia, Bambang Allegedly Received USD 2.0 million

Bambang Irianto

The Corruption Eradication Commission (CEC/KPK) named Bambang Irianto (BTO) as a suspect in the case of alleged bribery in trading crude oil and refined products at Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES). 



     Bambang was the Managing Director of PES for the 2009-2013 period and also the former Managing Director of Pertamina Energy Trading (Petral). 

Pertamina Energy Trading (Petral)


The KPK said Bambang Irianto was suspected of taking bribes in the amount of USD 2.9 million for the assistance he provided to Kernel Oil.


"In the period 2010 to 2013, the suspect BTO (Bambang Irianto) through a SIAM company account was alleged to have received money of at least USD 2.9 million for assistance provided to Kernel Oil related to trading activities of refined products and crude oil to PES / PT Pertamina (Persero) in Singapore and cargo shipments, "KPK Deputy Chairman Laode M Syarif said at a press conference at the KPK building, Jalan Kuningan Persada, South Jakarta.

According to Syarif, Bambang received these bribes in stages through overseas bank accounts.

"The BTO suspect as Vice President of Market Invest helped secure Kernel Oil cargo allocation in the tender for the procurement or sale of crude oil for refined products, and in return it was suspected that Bambang Irianto received a sum of money received through bank accounts abroad," said Syarif.


Syarif admitted that it was very difficult to get information about bank accounts that exist abroad. Bambang along with a number of PES officials, according to Syarif, have the right to determine which partners will be invited to participate in the tender. One of the NOCs who was often invited to take part in tenders and eventually became the party sending the cargo to PES / PT Pertamina is Emirates National Oil Company (ENOC).



"It is suspected that ENOC is a flag company used by Kernel Oil representatives. The BTO suspect allegedly directed to continue inviting the NOC despite knowing that the NOC was not the party that sent the cargo to PES / PT Pertamina (Persero), "Syarif said.

Search 5 Locations

The KPK searched five locations related to the oil and gas mafia case with the suspect Bambang Irianto.

"For the sake of investigation, the KPK searched 5 locations on September 5 and 6 2019," KPK Deputy Chairman Saut Situmorang said at the press conference.

The five locations are houses located at Pramukasari 3 street, Jakarta. The house is located in the Ligamas Pancoran complex, South Jakarta and the apartment is located at Salemba Residence, Central Jakarta. Then the house located at Cempaka Putih Timur, Central Jakarta, and the House having its address at Cisanggiri Petogogan, Kebayoran Baru, South Jakarta.

"From the search, the KPK seized procurement documents and asset data. Because the allegations of receiving bribes are very significant, the KPK will continue to search and asset recovery, "said Laode Syarif.

Long Suspected

In 2015, the name Bambang Irianto was often touted as the culprit of the dilapidated transaction of the Pertamina oil subsidiary's buying and selling transaction. Bambang was repeatedly mentioned and quipped by Faisal Basri who at that time was the head of the Oil and Gas Governance Reform Team formed by the Minister of Energy and Mineral Resources Sudirman Said at that time Apart from PES, Bambang Irianto continued to be trusted by the company and even became the Director of PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) in 2014. Former Minister of Energy and Mineral Resources Sudirman Said was 'Very frustrated' with this former Petral Managing Director.

Because, when called for a forensic audit, Bambang was often absent and had difficulty coordinating. Even to the point of losing a laptop! Although Petral was dissolved, and the trading function was returned to ISC in 2015, Bambang Irianto comfortably walked away from his responsibilities, and enjoyed his retirement.

IN INDONESIA

KPK Tetapkan Eks Dirut Petral Tersangka


Mafia Minyak dan Gas, Bambang Diduga Terima USD 2,0 juta

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bambang Irianto (BTO) sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES). Bambang merupakan Managing Director PES periode 2009-2013 dan juga mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading (Petral). KPK menyebut Bambang Irianto diduga menerima suap sebesar USD 2,9 juta atas bantuan yang diberikannya ke pihak Kernel Oil.

“Pada periode tahun 2010 sampai 2013, tersangka BTO (Bambang Irianto) melalui rekening perusahaan SIAM diduga telah menerima uang sekurang-kurangnya USD 2,9 juta atas bantuan yang diberikannya kepada pihak Kernel Oil terkait dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES/PT Pertamina (Persero) di Singapura dan pengiriman kargo,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif dalam konferensi pers di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

Menurut Syarif, Bambang menerima suap tersebut secara bertahap melalui rekening bank di luar negeri. 

“Tersangka BTO selaku vice president Market Invest membantu mengamankan alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah untuk produk kilang, dan sebagai imbalannya diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri,” ujar Syarif.

Syarif mengakui sangat sulit untuk mendapatkan informasi tentang rekening bank yang ada di luar negeri. Bambang bersama sejumlah pejabat PES, menurut Syarif, berhak menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender. Salah satu NOC yang sering diundang untuk mengikuti tender dan akhirnya menjadi pihak yang mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC).

“Diduga ENOC merupakan perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil. Tersangka BTO diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina (Persero),” kata Syarif.

Geledah 5 Lokasi

KPK menggeledah lima lokasi terkait kasus mafia migas dengan tersangka Bambang Irianto. 

“Untuk kepentingan penyidikan, KPK menggeledah 5 lokasi pada 5 dan 6 September 2019,” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers tersebut.

Kelima lokasi itu adalah rumah yang beralamat di Jalan Pramukasari 3 Jakarta. Rumah yang berlamat di kompleks Ligamas  Pancoran, Jakarta Selatan dan apartemen yang beralamat di Salemba Residence, Jakarta Pusat. Kemudian rumah yang beralamat di Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, dan Rumah yang
beralamat di Cisanggiri Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Dari penggeledahan tersebut KPK menyita dokumen pengadaan dan data aset. Dikarenakan dugaan penerimaan suap sangat signifikan maka KPK akan terus berupaya melakukan penelusuran dan asset recovery,” kata Laode Syarif.

Sudah Lama Dicurigai

Pada 2015, nama Bambang Irianto sering disebut-sebut sebagai biang kerok bobroknya transaksi jual beli minyak anak usaha Pertamina tersebut. Bambang berkali-kali disebut dan disindir oleh Faisal Basri yang kala itu sebagai ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang dibentuk oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said waktu itu Lepas dari PES, Bambang Irianto terus dipercaya oleh perusahaan bahkan menjadi Dirut PT Pertamina Energy Trading Limited (Petral) pada 2014. Mantan Menteri ESDM Sudirman Said sempat ‘sangat frustasi’ dengan bekas Dirut Petral ini.

Sebab, saat dipanggil untuk audit forensik, Bambang sering mangkir dan sulit berkoordinasi. Bahkan sampai beralasan kehilangan laptop! Meski Petral dibubarkan, dan fungsi trading dikembalikan ke ISC pada 2015, Bambang Irianto melenggang dengan nyaman dari tanggung jawabnya, dan menikmati masa pensiun.

Duta Masyarakat, Page-1, Wednesday, Sept 11, 2019

Monday, June 17, 2019

Chevron Commits to Clean B3 Waste in Riau



PT Chevron Pacific Indonesia (CPD stated that it is committed to restoring the remaining production land in the form of oil-contaminated land, which is classified as Toxic Hazardous Material (B3) before the contract period ends in Rokan Block, Riau Province in 2021.

"As the operator of the Cooperation Contract with Indonesian government units we comply with the production sharing contract. PT CPI is also committed to "running oil and gas operations that are safe, analyzing environmental impacts and being environmentally responsible," said PT Chevron Pacific Indonesia's Manager Corporate Communication Sonitha Poernomo in Pekanbaru Riau.

Sonitha Poernomo explained that PT Chevron Pacific Indonesia has operated as a contractor of the Government of Indonesia through a Cooperation Contract with the Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas).

Therefore as part of oil and gas operations activities in accordance with the Rokan KKKS, PT CPI conducts activities to recover petroleum contaminated land carried out according to directions and approved by SKK Migas and the Ministry of Environment and Forestry (KLHK), as representatives of the Indonesian Government.

In fact, data from PT Chevron Pacific Indonesia, for Riau, has cost US $ 3,200,483 for the management of contaminated Hazardous and Toxic Materials (B3).

Based on data from the Ministry of Energy and Mineral Resources collected by the Antara news agency in Jakarta, in addition to the management of contaminated land, PT Chevron Pacific Indonesia also spent US $ 1,436,817 for the remaining waste of B3 operations.

"As a government program policy maker, KLHK and SKK Migas give approval to locations to be cleaned, criteria "the success, methodology, and technology that will be used, as well as returning costs for recovery programs," he said.

He added that PT CPI had made land recovery due to past operations as part of the operation also recommended use of the best recovery practices in the world.

"PT CPI has proposed additional methods and technologies to improve efficiency, reduce costs and accelerate efforts cleaning, "he concluded.

Petroleum contaminated soil is land that is not spilled, spilled or leaked from landfill in accordance with the requirements of previous operational activities, based on the Decree of the Minister of Environment No. 128/2003. 

      In 2015 to 2018 according to the road map there were 125 contaminated locations, 89 locations had been completed. Whereas locations outside the roadmap that require an Environmental Function Recovery Plan (RPLFH) are 304 locations.

Throughout 2018, there were 33,128.7 tons of hazardous and toxic substances (B3) in the oil and gas residue classified as Hazardous and Toxic Materials.

IN INDONESIA

Chevron Berkomitmen Bersihkan Limbah B3 di Riau


PT Chevron Pacific Indonesia (CPD menyatakan berkomitmen untuk melakukan pemulihan tanah sisa produksi berupa tanah terkontaminasi minyak, yang tergolong limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) sebelum masa kontrak beroperasi berakhir di Blok Rokan, Provinsi Riau pada tahun 2021.

“Sebagai operator dari Kontrak Kerja sama dengan satuan pemerintah Indonesia kami patuh sesuai kontrak bagi hasil. PT CPI juga berkomitmen untuk
menjalankan operasi minyak dan gas yang selamat, analisisi dampak lingkungan dan bertanggung jawab terhadap lingkungan,” kata Manager Corporate Communication PT Chevron Pacific Indonesia Sonitha Poernomo di Pekanbaru Riau.

Sonitha Poernomo menjelaskan PT Chevron Pacific Indonesia telah beroperasi sebagai kontraktor Pemerintah Indonesia melalui Kontrak Kerja Sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Karenanya sebagai bagian dari kegiatan operasi migas sesuai KKKS Rokan, PT CPI melakukan kegiatan pemulihan tanah terkontaminasi minyak bumi yang dilakukan sesuai arahan dan disetujui oleh SKK Migas dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebagai perwakilan Pemerintah Indonesia.

Bahkan data PT Chevron Pacific Indonesia, untuk Riau telah mengeluarkan biaya pengelolaan tanah terkontaminasi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebesar US$ 3.200.483

Berdasarkan data dari Kementerian ESDM yang dihimpun kator berita Antara di Jakarta, selain pengelolaan tanah terkontaminasi, PT Chevron Pacific Indonesia juga mengeluarkan biaya US$ 1.436.817 untuk limbah sisa operasi B3.

“Sebagai pembuat kebijakan program pemerintah, KLHK dan SKK Migas memberikan persetujuan pada lokasi-lokasi yang akan dibersihkan, kriteria keberhasilan, metodologi, dan teknologi yang akan digunakan, serta pengembalian biaya untuk program pemulihan,” tutur dia.

Ia menambahkan PT CPI telah menjadikan pemulihan lahan karena operasi masa lalu sebagai bagian dari operasi juga telah merekomendasikan penggunaan praktik pemulihan terbaik di dunia. 

“PT CPI telah mengajukan metode-metode dan teknologi tambahan untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya dan mempercepat upaya pembersihan,” pungkasnya.

Tanah terkontaminasi minyak bumi merupakan lahan yang terkena tumpahan, ceceran atau kebocoran penimbunan limbah minyak bumi yang tidak
sesuai dengan persyaratan dari kegiatan operasinal sebelumnya, berdasarkan Keputusan  Menteri Lingkungan Hidup No. 128/ 2003. 

     Pada tahun 2015 sampai 2018 menurut road map terdapat 125 lokasi yang terkontaminasi, 89 lokasi telah diselesaikan. Sedangkan lokasi di luar roadmap yang membutuhkan Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup (RPLFH) sebanyak 304 lokasi.

    Sepanjang tahun 2018 terdapat limbah sisa produksi migas yang tergolong Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sebanyak 33.128,7 ton.

Investor Daily, Page-9, Wednesday, Jan 23, 2019