Oil and Gas Contractor About Gross Split

Deputy Minister of EMR Arcandra Tahar asked for evidence and data to Pertamina and Medco regarding gross split inequality. The Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) from January 2017 has amended new contracts in upstream oil and gas, from a profit sharing contract with cost recovery scheme to a contract with a gross split scheme. However, up until now, business actors still doubt the profitability with the gross split scheme.

Some time ago, Director of Operation of Medco Energy, Ronald Gunawan, gross split is no more attractive than contractor contract (KKKS) cost recovery. If gross splits are applied to oil or gas block contracts with high investment profile, the field economy and return on investment are far enough to be spent on cost recovery

On the other hand, Pertamina, which gets the 8th block of terminating oil and gas blocks in 2018 with a gross split scheme until now also still recalculate the economy of the ten blocks of oil and gas.

Even Pertamina stated that Offshore North West Java (ONWJ) Block using gross split requires additional profit sharing to be economical. "While we are evaluating, we are requesting until June to submit officially (about 8 oil and gas blocks) to the Government," said Gunung Sardjono Hadi President Director of PT Pertamina Hulu Energi (PHE)

Meanwhile, Executive Director of Indonesia Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong said, based on IPA evaluation, if without significant efficiency, gross split is not so attractive contracts that use cost recovery. Therefore it should be discussed clearly between the Contractor of Cooperation Contract (KKKS) and the government to make a great efficiency including the many and the many licenses between the Ministries.

Therefore, IPA proposes that KKKS if the opinion that gross split is not interesting should discuss formally using actual data with the Ministry of Energy and Mineral Resources. "In order to make an agreement to make the contract attractive.

Request evidence and data

Deputy Minister of Energy and Mineral Resources Arcandra Tahar as the initiator of gross split is actually open to change the gross split scheme if it is proven that the scheme is not economical. However, to date there is not a single KKKS stating the gross split scheme is not economical. Therefore, the government has no plans to change the gross split scheme. "There is no proof, no how to change it?" There is no proof, "Arcandra said on Monday (29/5).

Even Pertamina who get the right of Block ONWJ and stated that the need for additional profit sharing until now has not also submitted the proposal of calculation of revenue-sharing to the Government. Including incoming about 8 blocks of economic data if using gross split. In fact, according to him, the economic constituency of the blocks should be very easy. So he wondered why Pertamina could not run the 8 block termination.

"Can not start why? Which one is not economical? Where is the proof?" He said.

Similarly, the matter of Medco's refusal, until now Medco also has not provided valid evidence of gross split economic inconvenience.

IN INDONESIAN

Kontraktor Migas Tentang Gross Split

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar meminta bukti dan data ke Pertamina dan Medco mengenai ketidakekonomisan gross split. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai Januari 2017 telah mengubah kontrak baru di hulu migas, dari sistem kontrak bagi hasil dengan skema cost recovery menjadi kontrak dengan skema gross split. Namun, hingga kini pelaku usaha masih meragukan tingkat keuntungan dengan skema gross split. 

Beberapa waktu lalu menyatakan Direktur Operasi Medco Energy, Ronald Gunawan, gross split tidak lebih menarik daripada kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) cost recovery. Jika gross split diterapkan pada kontrak blok minyak atau gas dengan profil investasi tinggi, tingkat keekonomian lapangan dan pengembalian investasi menjadi cukup jauh daripada pakai bagi hasil cost recovery 

Di sisi lain, Pertamina yang mendapatkan bagian 8 blok migas terminasi pada 2018 dengan skema gross split sampai saat ini juga masih menghitung ulang keekonomian kesepuluh blok migas itu.

Bahkan Pertamina menyatakan untuk Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang memakai gross split memerlukan tambahan bagi hasil agar ekonomis. "Sedang kami evaluasi. Kami minta waktu sampai bulan Juni untuk menyampaikan secara resmi (soal 8 blok migas) ke Pemerintah," kata Gunung Sardjono Hadi Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi (PHE)

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong menyebutkan, berdasarkan evaluasi IPA, jika tanpa efisiensi yang signifikan, gross split memang tidak begitu menarik kontrak yang memakai cost  recovery. Karenanya haruslah dibicarakan secara jelas antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dengan pemerintah untuk membuat efisiensi yang besar termasuk mengenai perizinan yang masih banyak dan lama antar Kementerian.

Karena itulah, IPA mengusulkan agar KKKS bila berpendapat bahwa gross split tidak menarik sebaiknya membicarakannya secara formal dengan memakai data-data aktual dengan Kementerian ESDM. "Agar terjadi kata sepakat untuk membuat kontrak tersebut menjadi menarik.

Minta bukti dan data

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar selaku penggagas gross split sejatinya terbuka untuk melakukan perubahan skema gross split jika memang terbukti skema tersebut tidak ekonomis. Namun, hingga saat ini belum ada satu pun KKKS yang menyatakan skema gross split tidak ekonomis. Untuk itu pemerintah tidak ada rencana mengubah skema gross split. "Tidak ada bukti, belum ada. Bagaimana mengubahnya? Belum ada buktinya," kata Arcandra pada Senin (29/5).

Bahkan Pertamina yang mendapatkan hak kelola Blok ONWJ dan menyatakan perlu tambahan bagi hasil hingga saat ini belum juga menyerahkan proposal perhitungan pertambahan bagi hasil ke  Pemerintah. Termasuk masuk soal data keekonomian 8 blok jika memakai gross split. Padahal menurutnya, perhituugan keekonomian blok-blok tersebut seharusnya sangat mudah. Makanya dia heran, mengapa Pertamina belum bisa menjalankan 8 blok terminasi tersebut. 

"Tidak bisa dimulai kenapa? Mana yang tidak ekonomis? Mana buktinya?" ujarnya. 

     Demikian juga soal penolakan Medco, sampai saat ini Medco juga belum memberi bukti sahih soal ketidak ekonomisan gross split.

Kontan, Page-14, Tuesday, May 30, 2017

Development of Petroleum Refinery Jenu Need Land 449 Ha

The central government has established Tuban to be the location of the construction of an oil refinery. The project to be undertaken by Pertamina along with Russian oil company Rosneft will conduct ground breaking in July. However, it seems that the plan is not yet certain.

Tuban Vice Regent Noor Nahar Hussein said it was too early for the laying of the first stone. Therefore, until now the work is still focused on land acquisition. "In fact, the central government has not given direct instruction related to the July 3 plan, he said.

The Vice Regent said on July 3 that it was only installed as a target to complete the land acquisition process as soon as possible. Thus, the construction process can be done immediately.

He explained that the Pertamina Rosneft Tuban oil refinery is a national strategic project. The project will be integrated with the adjacent TPPI (Trans Pasicif Petrochemical Indotama) refinery. To support the Pertamina-Rosneft Refinery, will also be built supporting facilities. Among other things, jetty submarine pipeline, single point mooring, storage tank of crude oil or tank farm, utility complex and offices.

He asserted that this oil refinery will occupy an area of ​​about 404 hectares, located in Remen Village, Mentoso, Rawasan, Wadung and Kaliuntu, Jenu Sub-district, Tuban Regency, East Java.

IN INDONESIAN

Pembangunan Kilang Minyak Jenu Butuh Lahan 449 Ha

Pemerintah pusat telah menetapkan Tuban menjadi lokasi pembangunan kilang minyak. Proyek yang akan dikerjakan oleh Pertamina bersama dengan perusahaan minyak asal Rusia, Rosneft, akan melakukan ground breaking (peletakan batu pertama) pada Juli mendatang. Tetapi, nampaknya rencana tersebut belum bisa dipastikan.

Wakil Bupati Tuban Noor Nahar Hussein mengatakan masih terlalu dini untuk peletakan batu pertama. Sebab, hingga saat ini pengerjaan masih berfokus pada pembebasan lahan. “Bahkan, pemerintah pusat pun belum memberikan instruksi langsung terkait rencana 3 Juli tersebut, ujarnya.

Wakil Bupati mengatakan pada 3 Juli mendatang hanya dipasang sebagai target untuk menyelesaikan proses pembebasan lahan secepat mungkin. Maka, proses konstruksi dapat segera terlaksana.

Dia menjelaskan, kilang minyak Tuban Pertamina  Rosneft merupakan proyek strategis nasional. Proyek ini nantinya akan di integrasikan dengan kilang TPPI (Trans Pasicif Petrochemical Indotama) yang lokasinya berdekatan. Untuk mendukung Kilang Pertamina-Rosneft, nantinya juga akan dibangun fasilitas penunjang. Antara lain, jetty jalur pipa bawah laut, single point mooring, tangki penyimpanan minyak mentah atau tank farm, komplek utilitas serta perkantoran.

Dia menegaskan, kilang minyak ini nantinya akan menempati areal sekitar 404 hektare, berlokasi di Desa Remen, Mentoso, Rawasan, Wadung dan Kaliuntu, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban- Jawa Timur

Memorandum, Page-17, Monday, May 29, 2017

Pertamina cultivates oil from Iraq in China

PT Pertamina will lease Basrah crude oil from Iraq at a refinery belonging to China International United Petroleum and Chemical Co. Ltd. (Unipec) in China. This is because oil with a volume of 1 million barrels per month can not be processed in domestic refineries.

Senior Vice President of Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba said Unipec is a trading arm of China's national oil and gas company, China Petroleum and Chemical Corporation or Sinopec. In the beauty contest held Pertamina, Chinese company is superior to other participants.

"Unipec's advantages are better, more refineries, and many of their gasoline flowing transits in Singapore and then enter Indonesia. So they are big companies, "he said in Jakarta, Wednesday (24/5). Unipec refinery capacity

Called about 4-5 million barrels per day (bpd).

However, the company has not signed a crude processing deal (CPD) contract with Unipec. Originally, the contract for oil processing of 1 million barrels per month will be signed this month. Basra oil processing at Unipec's own refinery will begin in July and end in December 2017.

"The output or yield of Mogas 88 (Premium) with volume is proportional to the processed crude oil," said Daniel. Processed products will be brought to Indonesia where transportation costs are also borne by Unipec. "We calculated landed in Indonesia," he added.

The oil to be processed by the winning company is Pertamina's oil from oil and gas blocks in Iraq, where Pertamina has a participation stake, the West Qurna-1 Block, and oil purchased from Iraq's State Organization for Marketing of Oil (SOMO). The total oil that Unipec has forked during the contract period is 6 million barrels.

Last year, Pertamina also refueled this oil from Iraq to another company's refinery. At that time, the company cooperated with Shell International Eastern Trading Company (SIETCO) which owns a refinery in Singapore. During July-August last year, products from Shell's refineries could include mogas, aviation fuel (fuel), diesel (diesel), MFO (marine fuel oil), LPG (liquefied petroleum gas / gas Liquid oil), in accordance with the needs of the company.

IN INDONESIAN

Pertamina Mengolah Minyak dari Irak di Tiongkok

PT Pertamina akan mengolahkan minyak mentah Basrah dari Irak di kilang milik China International United Petroleum and Chemical Co Ltd (Unipec) di Tiongkok. Hal ini lantaran minyak dengan volume 1 juta barel per bulan ini tidak dapat diolah di kilang dalam negeri. 

Senior Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba mengatakan, Unipec merupakan perusahaan tangan dagang (trading arm) dari perusahaan minyak dan gas national Tiongkok yakni China Petroleum and Chemical Corporation atau Sinopec. Dalam beauty contest yang dilaksanakan pertamina, perusahaan Tiongkok ini unggul dari peserta lainnya.

“Kelebihan Unipec itu harganya lebih bagus, kilangnya banyak, kemudian banyak juga flowing gasoline mereka yang transit di Singapura lalu masuk ke Indonesia. Jadi mereka perusahaan besar,” kata dia di Jakarta, Rabu (24/5) . Kapasitas kilang Unipec disebutnya sekitar 4-5 juta barel per hari (bph).

Namun, perseroan belum meneken kontrak pengolahan minyak mentah (crude processing deal/ CPD) dengan Unipec. Sedianya, kontrak untuk pengolahan minyak sebesar 1 juta barel per bulan ini akan ditandatangani pada bulan ini. Pengolahan minyak Basrah di kilang Unipec sendiri akan dimulai pada Juli dan berakhir di Desember 2017 ini.

“Output atau hasilnya yakni Mogas 88 (Premium) dengan volume sebanding dengan minyak mentah yang diolah,” ujar Daniel. Hasil olahan akan dibawa ke Indonesia dimana ongkos transportasi juga ditanggung oleh Unipec. “Kami hitungnya landed di Indonesia,” tambahnya. 

Minyak yang akan diolah perusahaan pemenang ini yakni minyak jatah Pertamina dari blok migas di Irak, dimana pertamina memiliki saham partisipasi, yakni Blok West Qurna-1, dan minyak yang dibeli dari State Organization for Marketing of Oil (SOMO) Irak. Total minyak yang diolahkan Unipec selama masa kontrak yakni 6 juta barel.

Tahun lalu, Pertamina juga mengolahkan minyak dari Irak ini ke kilang milik perusahaan lain. Waktu itu, perseroan menggandeng Shell International Eastern Trading Company (SIETCO) yang memiliki kilang di Singapura. Selama Juli-Agustus tahun lalu, produk yang dihasilkan dari kilang milik Shell itu bisa berupa mogas (bensin), aviation fuel (avtur), diesel (solar), MFO (marine fuel oil / minyak bakar) , LPG (liquefied petroleum gas/ gas minyak cair), sesuai dengan kebutuhan perusahaan.

Investor Daily, Page-9, Monday, May 29, 2017

Prevent Production Down, Pertamina Must Immediately Sign Contract

The government hopes that PT Pertamina can immediately sign a new contract for the termination of the terminating oil and gas blocks assigned to the government-owned oil and gas company. The reason, the government does not want oil and gas (oil) production of these blocks fell drastically.

Director of Upstream Upstream Directorate General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) Tunggal said it continues to encourage Pertamina to immediately sign this eight-block oil and gas contract long before the old contract expires. 

     This is necessary for the transition process to run smoothly. As per the rules, the new contract he called must be signed one year before the contract ends.

This is because the absence of a clear decision will make the existing contractor hesitate to disburse investment funds that have an impact on oil and gas production. "Production is a function of investment. If he does not drill and repair wells, oil and gas production could risk down, "he said in Jakarta.

Nevertheless, he said Pertamina had requested an additional one month to evaluate the economics of eight blocks of oil and gas. This time extension application letter has been proposed pertamina on May 17 last. 

     This is because when applying for the management of these eight oil and gas blocks, Pertamina is still calculating its economy with the contract of cost recovery scheme, not the gross split as stipulated by the government.

"Pertamina proposed to use the cost recovery scheme, but when the contract expires, the Ministerial Regulation on gross split. So Pertamina wants to review its economy with a new scheme, "said Tunggal. So about the fate of eight oil and gas blocks, the Government is still waiting for Pertamina. 

     Given the assignment to Pertamina has been given since three months ago, it hopes the contract can be signed soon. Moreover, based on experience in the Mahakam block, transfer of oil and gas blocks is not enough to be done in one year only.

"The government wants it as soon as possible, as soon as possible. Bolanya is in Pertamina, "he said. As is known, the Government has assigned Pertamina to manage eight blocks whose contracts are mostly completed by 2018. In detail, the Tuban Block concluded its contract on February 23, 2018, Ogan Komering 28 February 2018, Sanga-Sanga August 7, 2018, Southeast Sumatra September 5, 2018, Central Block 4 October 2018, North Sumatra Offshore October 15, 2018, and East Kalimantan on October 24, 2018. While the Attaka Block precisely the contract has expired on March 31, 2017 ago.

Meanwhile, ESDM Minister Ignatius Jonan again reminded the upstream oil and gas industry to be more efficient. Because if the upstream oil and gas industry is not efficient, then other industries will lose its competitiveness. This also applies to Pertamina in the management of these eight oil and gas blocks. "Pertamina started talking about 8 blocks of oil and gas with gross split, could not? If not able, return it to the state, "he asserted.

More Accountable

Meanwhile, President Director of Pertamina Elia Massa Manik revealed that an additional one month is needed so that the company can make a credible, reliable, and accountable economic calculation. This is considering the financial

The company is quite strict with the number of refinery projects that must be funded.

"So we want when ditermina new oil and gas blocks, can be accounted for and not add new burden. So, the principle of prudence must be executed, so we ask for extra time for all the good roads, "he explained.

Upstream Director of Pertamina Syamsu Alam added that managing eight blocks of oil and gas is different from the Mahakam block. The new Mahakam Block contract is still as good as the old contract, cost recovery. While the new contract is eight blocks of oil and gas using a gross split scheme.

"So we need to evaluate subsurface, technology, and manpower to be used. Sehigga need an additional one month, "he said.

It is trying to get the economic picture of eight blocks of oil and gas in one month ahead. After that, it will submit a proposal to the government that includes the terms and condition of Pertamina's proposed contract. Furthermore, Pertamin is ready to discuss when signing a contract with the government.

After the contract was signed, Alam had mentioned that he would hand over the management of these eight blocks of oil and gas to the subsidiaries. East Kalimantan Block, Sanga-Sanga, and Attaka will be managed by a new subsidiary, Pertamina Hulu Indonesia. 

     PT Pertamina Hulu Mahakam will be under Pertamina Hulu Indonesia. Meanwhile, the North Sumatra Offshore Block, South East Sumatera and Central Blok will be managed by PT Pertamina Hulu Energi.

"So PHE manages blocks adjacent to its area, to make it more efficient. This makes it easier to coordinate with operations alone, "Alam said.

IN INDONESIAN

Cegah Produksi Turun, Pertamina Harus Segera Teken Kontrak

Pemerintah berharap PT Pertamina dapat segera menandatangani kontrak baru untuk depan blok migas terminasi yang ditugaskan pengelolaannya ke perusahaan migas milik pemerintah itu. Pasalnya, pemerintah tidak ingin produksi minyak dan gas (migas) blok-blok ini turun drastis.

Direktur Pembinaan Hulu Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tunggal mengatakan, pihaknya terus mendorong Pertamina untuk segera meneken kontrak kerja sama delapan blok migas ini, jauh-jauh hari sebelum kontrak lama berakhir. 

     Hal ini diperlukan agar proses transisi pengelolaan berjalan lancar. Sesuai aturan, kontrak baru disebutnya harus ditanda-tangani satu tahun sebelum kontrak Iama berakhir. 

Hal ini mengingat ketiadaan keputusan yang jelas akan membuat kontraktor eksisting ragu mengucurkan dana investasi yang ujungnya berdampak pada produksi migas. “Produksi itu fungsi dari investasi. Kalau dia tidak mengebor dan memperbaiki sumur, produksi migas bisa resiko turun,” kata dia di Jakarta.

Meski demikian, dikatakannya Pertamina telah meminta tambahan waktu satu bulan untuk mengevaluasi keekonomian delapan blok migas ini. Surat permohonan perpanjangan waktu ini telah diajukan pertamina pada 17 Mei lalu.

      Hal ini karena ketika mengajukan permohonan pengelolaan delapan blok migas ini, Pertamina masih menghitung keekonomiannya dengan kontrak kerja sama skema cost recovery, bukan gross split seperti yang ditetapkan pemerintah.

“Dulu Pertamina mengusulkan pakai skema cost recovery, tetapi saat mau habis kontraknya,  Peraturan Menteri tentang gross split. Jadi Pertamina mau mengkaji ulang keekonomiannya dengan skema baru,” kata Tunggal. Sehingga tentang nasib delapan blok migas ini, Pemerintah masih menunggu Pertamina. 

     Mengingat penugasan kepada Pertamina telah diberikan sejak tiga bulan lalu, pihaknya berharap kontrak bisa segera diteken. Apalagi berdasarkan pengalaman di Blok Mahakam, alih kelola blok migas tidak cukup dilakukan dalam satu tahun saja.

“Pemerintah inginnya as soon as possible, secepatnya. Bolanya ada di Pertamina,” ujarnya. Seperti diketahui, Pemerintah menugaskan Pertamina untuk mengelola delapan blok yang kontraknya kebanyakan selesai pada 2018. Rincinya, Blok Tuban selesai kontraknya pada 23 Februari 2018, Ogan Komering 28 Februari 2018, Sanga-Sanga 7 Agustus 2018, Southeast Sumatera 5 September 2018, Blok Tengah 4 Oktober 2018, North Sumatera Offshore 15 Oktober 2018, dan East Kalimantan pada 24 Oktober 2018. Sementara Blok Attaka justru kontraknya sudah habis pada 31 Maret 2017 lalu. 

Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan kembali mengingatkan industri hulu migas untuk lebih efisien. Pasalnya jika industri hulu migas tidak efisien, maka industri lainnya akan kalah daya saingnya. Hal ini juga berlaku bagi Pertamina dalam pengelolaan delapan blok migas ini. “Pertamina mulai ngomong dikasih 8 blok migas dengan gross split, sanggup tidak? Kalau tidak sanggup, kembalikan saja kepada negara," tegas dia.

Lebih Akuntabel

Sementara itu, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik mengungkapkan, tambahan waktu satu bulan diperlukan agar perseroan dapat membuat perhitungan keekonomian secara kredibel, reliabel, dan akuntabeI. Hal ini mengingat keuangan perseroan cukup ketat dengan banyaknya proyek kilang yang harus didanai.

“Jadi kami ingin ketika ditermina blok migas baru ini, bisa dipertanggungjawabkan dan tidak menambah beban baru. Jadi, prinsip kehati-hatian harus dijalankan, jadi kami minta tambahan waktu agar semua jalan baik,” jelasnya. 

Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam menambahkan, alih kelola delapan blok migas ini berbeda dengan Blok Mahakam. Kontrak baru Blok Mahakam masih sama skemanya dengan kontrak lama, yakni cost recovery. Sementara kontrak baru delapan blok migas ini menggunakan skema gross split.

“Jadi kami perlu evaluasi subsurface, teknologi, dan manpower yang akan dipakai. Sehigga perlu tambahan waktu satu bulan,” kata dia.

Pihaknya mengupayakan sudah mendapat gambaran keekonomian delapan blok migas ini dalam satu bulan ke depan. Setelah itu, pihaknya akan menyampaikan proposal kepada pemerintah yang mencakup soal terms and condition kontrak usulan Pertamina. Selanjutnya, Pertamin siap membahas kapan tanda tangan kontrak dengan pemerintah. 

Pasca kontrak diteken, Alam sempat menyebutkan akan menyerahkan pengelolaan delapan blok migas ini ke anak perusahaan. Blok East Kalimantan, Sanga-Sanga, dan Attaka akan dikelola anak perusahaan baru, yakni Pertamina Hulu Indonesia. 

     PT Pertamina Hulu Mahakam akan berada di bawah Pertamina Hulu Indonesia. Sementara Blok North Sumatera Offshore, South East Sumatera, dan Blok Tengah akan digarap PT Pertamina Hulu Energi.

“Jadi PHE mengelola blok yang berdekatan dengan daerahnya, agar lebih efisien. lni lebih memudahkan koordinasi dengan operasional saja," kata Alam.

Investor Daily, Page-9, Monday, May 29, 2017

Pruning Continues, Oil Prices Continue Up

The world oil deal outside and incorporated in the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) extended the production cut-off period until 2018 pushed up oil prices. After a few days off ahead of a meeting of 24 oil producing countries at OPEC headquarters in Vienna, Austria, last week, oil prices rebounded partially.

US West Texas Intermediate benchmark crude oil rose 1.82% to USD49.79 a barrel. Meanwhile, Brent oil prices closed at USD 52.15 per barrel, up 1.34% from before.

Saudi energy minister Khaled al-Falih after the 24-nation meeting of oil producers in Vienna said they had considered a number of extension scenarios, ranging from six, nine, to 12 months. Even considered also the possibility of increasing the production of oil cuts.

"All indications are solid that the extension to nine months is the optimum. The move will result in an average amount of reserves in the last five years at the end of this year, "Palih said.

Late last year OPEC and 11 other countries, including Russia, agreed to cut output to 1.8 million barrels per day. The aim of the deal was to reduce the world's excess oil reserves, which caused oil prices to drop drastically from about USD100 per barrel in 2014 to only USD25 per barrel in early 2016.

Thanks to the move, since last December the price of Brent crude oil that became a global reference has gradually recovered to the number USD60 per barrel although it also several times dropped below USD50 per barrel. The deal should end on 30 June. With the latest deal last week, the production cuts policy was officially extended until March 31, 2018.

Earlier OPEC's strategy was to flood the market with oil to press its rivals, shale oil oil producers in the US. The policy has caused victims of the bankruptcy of a number of oil companies in the Land of Super Power. 

     However, now with rising prices, many of the US companies previously bankrupt are expected to return to the market and take revenge. However, the prospect, as well as the possibility of increasing global reserves from Libya and Nigeria's production, Falih confessed, was not worried.

"Shale oil is an important variable, but we are not sure it will significantly influence what we do," he said. Iranian Oil Minister Bijan Zanganeh said the current target is to keep oil prices at USD55-60 a barrel. The price is good for both conventional oil producers and shale oil producers.

Regardless, the world oil market expects global oil producers to not only extend the period of production cuts; But also increase the amount of production being trimmed. Alexandre Andlauer of Alpha value equity research firm called the OPEC strategy obsolete.

IN INDONESIAN

Pemangkasan Berlanjut, Harga MinyakTerus Naik

Kesepakatan produsen minyak dunia di luar serta yang tergabung dalam Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memperpanjang periode pemangkasan produksi hingga 2018 mendorong harga minyak terus naik. Setelah sempat turun beberapa hari menjelang pertemuan 24 negara produsen minyak di markas besar OPEC di Wina, Austria, pekan lalu, harga minyak rebound secara parsial.

Harga minyak mentah acuan Amerika Serikat (AS) West Texas Intermediate naik 1,82% menjadi USD49,79 per barel. Sementara harga minyak Brent ditutup di level USD 52,15 per barel, naik 1,34% dari sebelumnya.

Menteri Energi Arab Saudi Khaled al-Falih pasca pertemuan 24 negara produsen minyak di Wina mengatakan, mereka telah mempertimbangkan sejumlah skenario perpanjangan pemangkasan, mulai dari enam, sembilan, hingga 12 bulan. Bahkan dipertimbangkan pula soal kemungkinan untuk menambah pemangkasan produksi minyak.

”Semua indikasinya solid bahwa perpanjangan hingga sembilan bulan adalah yang optimum. Langkah itu akan menghasilkan jumlah cadangan rata-rata dalam lima tahun terakhir di penghujung tahun ini,” kata Palih seperti dikutip AFP. 

Akhir tahun lalu OPEC dan 11 negara lain, termasuk Rusia, sepakat memangkas produksi hingga 1,8 juta barel per hari. Tujuan dari kesepakatan itu untuk menurunkan cadangan minyak dunia yang jumlahnya berlebih sehingga menyebabkan harga minyak turun drastis dari sekitar USD100 per barel pada 2014 menjadi hanya USD25 per barel pada awal 2016. 

Berkat dari langkah tersebut, sejak Desember lalu harga minyak mentah jenis Brent yang menjadi acuan secara global telah berangsur pulih ke angka USD60 per barel meski sempat pula beberapa kali turun di bawah USD50 per barel. Kesepakatan itu seharusnya berakhir pada 30 Juni mendatang. Dengan kesepakatan terakhir pada pekan lalu, kebijakan pemangkasan produksi tersebut resmi diperpanjang hingga 31 Maret 2018. 

Sebelumnya strategi OPEC adalah membanjiri pasar dengan minyak untuk menekan saingannya, para produsen minyak shale oil di AS. Kebijakan itu telah menimbulkan korban berupa bangkrutnya sejumlah perusahaan minyak di Negeri  Adi Daya tersebut. Namun, kini dengan kenaikan harga yang terjadi, banyak dari perusahaan-perusahaan AS yang sebelumnya bangkrut diperkirakan akan kembali ke pasar dan membalas dendam. Namun, prospek tersebut, juga kemungkinan bertambah cadangan global dari produksi Libya dan Nigeria, Falih mengaku, tidak mencemaskan.

"Shale oil adalah variabel yang penting, tapi kami tidak yakin itu akan dapat memengaruhi secara signifikan apa yang kami lakukan," tegas dia. Menteri Perminyakan Iran Bijan Zanganeh mengatakan, target saat ini untuk menjaga harga minyak di level USD55-60 per barel.  Harga tersebut baik bagi para produsen minyak konvensional maupun produsen shale oil.

Terlepas dari itu, pasar minyak dunia berharap para produsen minyak global tersebut tidak hanya memperpanjang periode pemangkasan produksi; namun juga meningkatkan jumlah produksi yang dipangkas. Alexandre Andlauer dari perusahaan riset ekuitas Alpha value menyebut strategi OPEC tersebut ketinggalan zaman.

Koran Sindo, Page-8, Monday, May 29, 2017

Manage Gross Split Block Pertamina Thinking Again

ESDM Minister Ignasius Jonan asked Pertamina to return the oil and gas block if it could not manage

Since emerging Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 15/2015 on Management in Oil and Gas Working Areas whose working contract expires, PT Pertamina receives sustenance. The SOEs have the privilege of taking out oil and gas blocks that are out of contract.

Even on January 31, 2017, the government officially gave 8 blocks of oil and gas to Pertamina. Unfortunately, until now Pertamina has not signed the production sharing contract for the eight blocks, citing the gross split scheme. Upstream Director of Pertamina Syamsu Alam argues that Pertamina still needs additional time to evaluate the assets in eight termination blocks (blocks whose contracts are not extended). Because Pertamina is not the manager of some blocks.

Pertamina has even sent a letter formally to the Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignatius Jonan, requesting extension for a month starting from last week. After Pertamina evaluates comprehensively, Pertamina will send a proposal to the ESDM Ministry related to the economy of the 8 blocks. "Our proposal is done by the end of next month, how does the contract go through a gross split scheme?" He said.

Pertamina's President Director, Elia Massa Manik, said that Pertamina's financial position is tight enough since there are many projects to be done in the next few years. "Therefore we talk to EMR, we make calculations, reliable and accoutable," said Massa. According to him, in addition to serving the community, Pertamina also as a corporation.

Meanwhile, Jonan explained that if Pertamina is not capable of managing eight termination blocks in 2018 and two 2017 termination blocks with a gross split scheme, then Pertamina can return the block.

"Pertamina started to speak in the newspaper, this is given 10 for gross split could not? If not able, easy, return," said Jonan on Friday (26/5).

Director of Upstream Oil and Gas Development of the Ministry of Energy and Mineral Resources, Tunggal understands that Pertamina needs additional time to study the 8 blocks of economics. This is because Pertamina calculates the economics of 8 blocks of oil and gas with the scheme of cooperation (PSC) cost recovery.

In fact, according to Regulation of Minister of Energy and Mineral Resources no. 8/2017 on contracts for the gross split, Pertamina is also obliged to use gross split in the 8 blocks of oil and gas. Despite understanding the additional demand for thinking time, Tunggal said he was worried that if Pertamina decided to economize too long, the contract signing would be too narrow.

The length of Pertamina's decision process also affected the difficulty of transition process from the old operator to Pertamina. In addition, the threat of unemployment in eight termination blocks may occur. "The impact on investment, it is not clear who should invest, if it is clear, please invest, so there is no unemployment and all kinds," said Sole

The next impact is the risk of decreasing the production of the 8 blocks. "If he does not drill, do not repair wells, service, the production risks down," explained Tunggal, last weekend.

IN INDONESIAN

Kelola Blok Gross Split Pertamina Pikir Ulang

Menteri ESDM Ignasius Jonan minta Pertamina kembalikan blok migas jika tak sanggup kelola

Sejak muncul Peraturan Menteri ESDM N0 15/2015 tentang Pengelolaan di Wilayah Kerja Migas yang kontrak kerja samanya berakhir, PT Pertamina mendapatkan rezeki. BUMN tersebut mendapat keistimewaan mengambil blok-blok migas yang habis masa kontrak. 

Bahkan pada 31 Januari 2017 lalu, pemerintah resmi memberikan 8 blok migas ke Pertamina. Namun sayang, hingga saat ini Pertamina belum meneken kontrak bagi hasil delapan blok itu, dengan alasan skema gross split. 

    Direktur Hulu Pertamina Syamsu Alam beralasan, Pertamina masih memerlukan tambahan waktu melakukan evaluasi aset-aset di delapan blok terminasi (blok yang kontraknya tidak diperpanjang). Pasalnya Pertamina bukan pengelola dari sebagian blok tersebut.

Pertamina bahkan sudah mengirimkan surat secara resmi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, meminta perpanjangan waktu selama sebulan terhitung mulai pekan lalu. Setelah Pertamina mengevaluasi menyeluruh, Pertamina akan mengirimkan proposal ke Kementerian ESDM terkait keekonomian 8 blok itu. "Proposal kami itu dilakukan akhir bulan depan, bagaimana kontraknya melalui skema gross split?" ujarnya.

Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik bilang, saat ini posisi keuangan Pertamina cukup ketat, karena banyaknya proyek yang harus dikerjakan hingga beberapa tahun ke depan. "Oleh karena itu kami bicara dengan ESDM, kami buat perhitungan, reliable dan accoutable," kata Massa. Menurutnya, selain melayani masyarakat, Pertamina juga sebagai korporasi.

Sementara Jonan menjelaskan, jika memang Pertamina tidak sanggup mengelola delapan blok terminasi tahun 2018 dan 2- blok terminasi tahun 2017 dengan skema gross split, maka Pertamina bisa mengembalikan blok tersebut. 

"Pertamina mulai ngomong di koran, ini dikasih 10 untuk gross split sanggup tidak? Kalau tidak sanggup, mudah saja, kembalikan," tegas Jonan pada Jumat (26/5).

Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM, Tunggal memahami, Pertamina membutuhkan waktu tambahan mengkaji keekonomian 8 blok itu. Ini karena Pertamina menghitung keekonomian 8 blok migas itu dengan skema kerjasama (PSC) cost recovery.

Padahal, sesuai Peraturan Menteri ESDM no. 8/2017 tentang kontrak bagi hasil gross split, pertamina juga wajib memakai gross split  dalam mengeloa 8 blok migas itu. Meski memahami permintaan tambahan waktu berpikir, Tunggal mengatakan, dirinya khawatir jika Pertamina terlalu lama memutuskan keekonomian, maka tandatangan kontrak akan terlalu sempit.

Lamanya proses keputusan Pertamina juga berdampak pada kesulitan proses transisi dari operator lama ke Pertamina. Selain itu, ancaman pengangguran di delapan blok terminasi bisa terjadi. "Dampaknya terhadap investasi, tidak jelas siapa yang harus investasi. Kalau jelas, tolong investasi, supaya tidak ada pengangguran dan segala macam," kata Tunggal  

Dampak selanjutnya adalah resiko penurunan produksi 8 blok tersebut. "Kalau dia tidak mengebor, tidak perbaiki sumur, service, resikonya produksi turun," terang Tunggal, akhir pekan lalu.

Kontan, Page-14, Monday, May 29, 2017

Former President Director of Krakatau Steel Became Deputy Head of SKK Migas

ESDM Minister Ignasius Jonan overhauls SKK Migas officials. Some of the officials came from professional circles. For example, former President Director of PT Krakartau Steel Tbk Sukandar "became Deputy Head of SKK Migas Sukandar replaced Zikrullah and Secretary of SKK Migas Budi Agustyono was replaced by Arief Setiawan Handoko, who is Vice President of ConocoPhillips.

Gunawan Sutadiwiria's Deputy for Oil and Gas Planning (SKK Migas) was replaced by Jafee Arizon Suardin, Deputy Energy Minister Arcandra Tahar. Furthermore Fatar Yani Abdurrahman who is an executive in Petronas replaces Muliawan as Deputy for Operations Control.

Finally, Rudianto Rimbono, Deputy of Business Support Control, was replaced by M Atok Urrahman, formerly an expert staff at the Supervisory Commission of SKK Migas. With this reshuffle, President Joko Widodo advised to continue the efficiency. 

     If the cost of upstream oil and gas is not efficient, then other industries can not compete. "I do not ask for higher production, it will be with KKKS, but you all have to keep it more efficient," said Jonan, at the inauguration, Friday (26/5).

The second problem that is expected to be fixed soon by the new official is about the permit process in SKK Migas that is too long. "I do not want to hear any more people protest to me," said Jonan.

IN INDONESIAN

Mantan Direktur Utama Krakatau Steel Menjadi Wakil Kepala SKK Migas

Menteri ESDM Ignasius Jonan merombak pejabat SKK Migas. Beberapa pejabat itu datang dari kalangan profesional. Misalnya, mantan Direktur Utama PT Krakartau Steel Tbk Sukandar" menjadi Wakil Kepala SKK Migas. Sukandar menggantikan Zikrullah. Selain itu, Sekretaris SKK Migas Budi Agustyono digantikan oleh Arief Setiawan Handoko, yang merupakan Vice President ConocoPhillips. 

Deputi Perencanaan SKK Migas Gunawan Sutadiwiria digantikan Jafee Arizon Suardin, Tenaga Ahli Wakil Menteri Energi Arcandra Tahar. Selanjutnya Fatar Yani Abdurrahman yang merupakan eksekutif di Petronas menggantikan Muliawan sebagai Deputi Pengendalian Operasi.

Terakhir, Rudianto Rimbono, Deputi Pengendalian Dukungan Bisnis, digantikan oleh M Atok Urrahman, yang sebelumnya staf ahli di Komisi Pengawas SKK Migas. Dengan perombakan ini, Presiden Joko Widodo berpesan agar efisiensi terus dilakukan. 

     Jika biaya di hulu migas tidak efisien, maka industri lainnya tidak bisa bersaing. "Saya tidak minta produksi lebih tinggi, itu nanti dengan KKKS. Tapi anda semua harus menjaga supaya lebih efisien. Kalau hulu migas tidak efisien, nanti yang Iainnya sangat tidak efisien," jelas Jonan, saat pelantikan, Jumat (26/5).

Masalah kedua yang diharapkan bisa segera diperbaiki oleh pejabat baru tersebut adalah soal proses perizinan di SKK Migas yang terlalu lama. "Saya tidak mau mendengar lagi orang protes ke saya," tegas Jonan.

Kontan, Page-14, Monday, May 29, 2017

Assume Gross Split More Efficient

The share of oil and gas with gross split scheme is considered to be inefficient. In response, Vice Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arcandra Tahar said, until now the government has not received detailed data or calculation from KKKS as proof that the scheme for gross split is not economical.

"I have challenged the IPA (Indonesian Petroleum Association). Want in Science or in SKK Migas, I say, prove by number. Which is not workable. Until now no one has entered the data, "he said.

The global energy research institute Wood Mackenzie once revealed how inefficient the gross split scheme. Related to that, Arcandra said that the government has summoned Wood Mackenzie to reevaluate its calculations by incorporating efficiency factors in the gross split. However, until now the institution has not changed it. The gross split scheme is a profit-sharing pattern with the principle of gross production sharing without the operating cost recovery mechanism.

According Arcandra, the pattern is more profitable when compared with the pattern of profit sharing contracts through cost recovery or operating costs borne by the government. Furthermore, Arcandra pointed out, for oil and gas working areas located in the deep sea, KKKS get a split variable of 16 percent, then the base split is given by 43 percent.

Under the scheme, the contractor gets a profit share of approximately 59 percent and the government is only 41 percent. He continued, in the United States, the working area (WK) passed through using the tax and royalty system.

IN INDONESIAN

Anggap Gross Split Lebih Efisien

Bagi hasil migas dengan skema gross split dinilai sebagian kalangan tidak efisien. Menanggapi hal itu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, hingga saat ini pemerintah belum menerima data atau perhitungan yang terperinci dari KKKS sebagai bukti bahwa skema bagi hasil gross split tidak ekonomis.

”Saya sudah menantang di IPA (Indonesian Petroleum Association). Mau di IPA atau di SKK Migas, saya bilang, buktikan dengan angka. Mana yang tidak workable. Sampai sekarang belum ada yang masukkan data," ujarnya.

Lembaga riset energi global Wood Mackenzie pernah mengungkap betapa tidak efisiennya skema gross split. Terkait dengan hal itu, Arcandra mengatakan bahwa pemerintah telah memanggil Wood Mackenzie untuk mengevaluasi ulang perhitungannya dengan memasukkan faktor-faktor efisiensi dalam gross split. 

     Namun, sampai saat ini lembaga tersebut belum mengubahnya. Skema gross split merupakan pola bagi hasil dengan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.

Menurut Arcandra, pola itu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan pola kontrak bagi hasil lewat cost recovery atau biaya operasi ditanggung pemerintah. Lebih lanjut Arcandra mencontohkan, untuk wilayah kerja migas yang berlokasi di laut dalam, KKKS mendapat variable split sebesar 16 persen, kemudian base split yang diberikan sebesar 43 persen. 

Dengan skema itu, kontraktor mendapat bagi hasil kurang lebih 59 persen dan pemerintah hanya 41 persen. Dia melanjutkan, di Amerika Serikat, wilayah kerja (WK) di lalui dalam menggunakan sistem tax and royalty.

Jawa Pos, Page-5, Monday, May 29, 2017

Welcoming the New Institute of Oil and Gas Sector

Beginning April 2017, the House of Representatives Commission VII submit the results of the discussion of the draft amendment of the Bill of Law no. 22/2001 on Oil and Natural Gas to Legislation Body (Baleg).

The discussion was finally completed in Commission VII although the completion of the process should be completed last year. The Constitutional Court has decided that the Oil and Gas Law is not revoked, but revised several articles, namely Article 12 concerning the granting of authority to business entities and permanent establishments to conduct oil and gas exploration and exploitation.

In addition, Article 22 on the obligation to deliver 25% of the production proceeds to meet domestic demand and Article 28 on the pricing of fuel oil. Then, the form of regulatory body, manager, also the position of government in oil and gas sector is strengthened in the revision of Oil and Gas Law.

The most interesting thing and the draft of Oil and Gas Draft Law submitted by Commission VII to Baleg, there are 98 articles with additional chapters such as upstream business activities, downstream oil and gas business activities, oil and gas reserves, as well as a new chapter governing oil and gas business entities (BUK). 

    In the transitional and closing provisions it is mentioned that SKK Migas will continue to perform its functions and duties until the establishment of BUK Migas, while BPH Migas declared dissolved after this new beleid came into effect.

BUK Migas will become an extension of the government's hand managing upstream to downstream oil and gas business. From the organizational side, BUK Migas will obtain the right to exploit and obtain economic benefits to all proven reserves of oil and gas and business from upstream to downstream sectors. 

    In the BUK body, as mentioned in Article 43, five units will be formed, namely the upstream operational upstream unit, the upstream unit of cooperation, the downstream unit of cooperation, the downstream petroleum business unit and the downstream gas business unit.

Meanwhile, in the upstream independent operational business unit, BUK will be tasked with carrying out exploration and / or exploitation activities of new working areas, exploiting the expired working area of ​​the contract, managing and selling the products of the state and its own parts.

     In addition, the upstream operational business units can make purchases from outside as well as domestically to maintain the availability of reserves and meet the needs of the country.

In the meantime, in the upstream unit of cooperation, BUK will contract with the cooperation contractor (KKKS), supervise upstream operations, coordinate with local government to smooth operation, monitor the development of oil and gas production which has been done by SKK Migas. Then, through this unit, BUK should record and store data and information on the potential and proven reserves of oil and gas.

For the downstream units of cooperation, BUK will cooperate to develop oil and gas infrastructure, to cooperate in efforts to inspect, transport, transmission and / or oil and gas distribution. In the downstream oil and gas downstream business unit, BUK is in charge of downstream oil and gas business activities such as the business of PT Pertamina.

Meanwhile, BUK is directly under and responsible to the president not to the Minister of State-Owned Enterprises (SOEs). Based on the functions and duties as stipulated in Article 45, BUK is tasked with reviewing and submitting the first field development plan to be produced to the Minister of EMR.

IN INDONESIAN

Menyambut Lembaga Baru Sektor Migas

Awal April 2017, Komisi VII DPR menyerahkan hasil pembahasan naskah perubahan Rancangan Undang-Undang No. 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi kepada Badan Legislasi (Baleg).

Pembahasan akhirnya selesai di Komisi VII meskipun seharusnya penyelesaian proses selesai pada tahun lalu. Mahkamah Konsitusi telah memutuskan agar UU Migas tersebut tidak dicabut, melainkan direvisi beberapa pasal yakni Pasal 12 tentang pemberian wewenang kepada badan usaha dan bentuk usaha tetap untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi migas. 

Selain itu, Pasal 22 tentang kewajiban penyerahan hasil produksi paling banyak 25% untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan Pasal 28 tentang penetapan harga bahan bakar minyak. Lalu, bentuk badan pengawas, pengelola, juga kedudukan pemerintah di Sektor migas diperkuat dalam revisi UU Migas.

Hal yang paling menarik dan naskah RUU Migas yang disampaikan Komisi VII kepada Baleg, terdapat 98 pasal dengan tambahan bab seperti kegiatan usaha hulu, kegiatan usaha hilir minyak dan gas, cadangan migas, juga bab baru yang mengatur tentang badan usaha khusus (BUK) migas. 

     Pada ketentuan peralihan dan penutup disebutkan bahwa SKK Migas akan tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sampai terbentuknya BUK Migas, sedangkan BPH Migas dinyatakan bubar setelah beleid baru ini mulai berlaku.

BUK Migas akan menjadi perpanjangan tangan pemerintah yang mengelola usaha hulu hingga hilir migas. Dari sisi organisasi, BUK Migas nantinya akan memperoleh hak untuk pengusahaan dan memperoleh manfaat ekonomi terhadap semua cadangan terbukti migas dan pengusahaan dari Sektor hulu hingga hilir. 

    Di tubuh BUK, seperti disebutkan pada Pasal 43, akan dibentuk lima unit yakni unit hulu operasional mandiri, unit hulu kerja sama, unit hilir kerja sama, unit usaha hilir minyak bumi dan unit usaha hilir gas.

Adapun, pada unit usaha hulu operasional mandiri, BUK akan bertugas melaksanakan kegiatan eksplorasi dan/ atau eksploitasi wilayah kerja baru, mengusahakan wilayah kerja yang habis masa kontraknya, mengelola dan menjual hasil produksi bagian negara dan bagian sendiri. 

    Selain itu, unit usaha hulu operasional bisa melakukan pembelian dari luar juga dalam negeri untuk menjaga ketersediaan cadangan dan memenuhi kebutuhan Tanah Air.

Sementara itu, pada unit hulu kerja sama, BUK nantinya yang akan berkontrak dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), mengawasi kegiatan operasional hulu, berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah untuk kelancaran operasi, memonitor perkembangan produksi migas yang selama ini dilakukan SKK Migas. Lalu, melalui unit ini, BUK harus mencatat dan menyimpan data dan infonnasi tentang potensi dan cadangan terbukti migas.

Untuk unit hilir kerja sama, BUK nantinya akan melakukan kerja sama untuk membangun infrastruktur migas, melakukan kerja sama usaha pengoIahan, pengangkutan, transmisi dan/ atau distribusi migas. Pada unit usaha hilir minyak dan hilir gas, BUK bertugas pada kegiatan pengusahaan hilir minyak dan gas bumi seperti bisnis yang dijalani PT Pertamina.

Adapun, BUK berkedudukan langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden bukan kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berdasarkan fungsi dan tugasnya seperti yang diatur dalam Pasal 45, BUK bertugas mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksi kepada Menteri ESDM.

Bisnis Indonesia, Page-30, Monday, May 29, 2017